Ketika membahas motivasi maka teori manajemen sumber daya manusia yang paling disegani adalah Hierarchy of Need (1954) hasil pemikiran Abraham Maslow (Psikolog Amerika, 1 April 1908 -- 8 Juni 1970). Hierarchy of Needs mendalilkan bahwa kebutuhan manusia itu bertingkat dari kebutuhan dasar (Physiological Needs, Security Needs dan Social Needs) dan kebutuhan tinggi (Self-Estem Needs dan Self-Actualization Needs). Teori yang lahir berikutnya seperti ERG (Existence Needs, Relatedness Needs and Growth Needs) Theory (Alderfer, 1972) dan Mumford Theory of Needs ( Mumford 1976) merupakan pengembangan dari Hierarchy of Needs ( Fincham and Rodes, 2000).
Maslow menjelaskan bahwa seseorang yang kebutuhan makannya belum terpenuhi dia tidak akan peduli akan keselamatan apalagi kehormatan. Begitu pula jika sudah terpenuhi semua kebutuhan dasar dan diakui keberadaannya dihadapan publik (self esteem needs) maka yang bersangkutan akan hanya termotivasi untuk meng-ekplore potensi dirinya agar dapat memakmurkan dan membahagiakan orang lain.
Tetapi rupanya teori Maslow ini bertolak belakang dengan fenomena yang terjadi di Indonesia. Sangat banyak orang, biasanya pejabat, yang sebetulnya kebutuhan dasarnya sudah sangat terpenuhi bahkan berlebihan, tetapi dia tidak berpikir dan berupaya untuk memenuhi kebutuhan tingkat tingginya sama sekali. Kita sering menemukan seseorang bergaji 1 koma sekian milyar rupiah perbulan, tetapi dia tetap berkutat dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan perut dengan tidak segan-segan menjadi maling. Pejabat-pengusaha lain sudah memiliki 10 konsesi tambang tetapi ihtiarnya tidak lain dan tidak bukan adalah mendapatkan konsensi tambang yang lain bagaimanapun caranya. Mereka tidak peduli dengan Self-Esteem Needs apalagi Self-Actualization Needs.
Bisa jadi "kesalahan fatal" dari teori ini disebabkan riset dilakukan terhadap orang-orang barat yang karakternya cukup berbeda dengan karakter orang Indonesia.
Kalau teori barat gagal total menjelaskan tentang fenomena sosial tersebut tersebut, adakah teori lain yang lebih sahih ?!
Narasi tentang ma'rifatul insan dalam Buku Agenda Materi Tarbiyah tulisan Ummu Yasmin terbitan Media Insani Press Solo, 2008, memaparkan masalah ini dengan lebih tajam. Manusia hidup dianugerahi Tuhan dengan dua komponen inti yakni jiwa/rohani dan jasad/fisik/jasmani. Jiwa sendiri tersusun atas dua entitas, ruh yang selalu mengajak kepada kebaikan dan nafsu yang selalu mengajak pada keburukan, kecuali nafsu yang telah mendapat rahmat dari Tuhan ( QS-91 : 8). Nafsu merupakan pengikat antara jasad dan ruh. Sepanjang masih ada nafsu/nafas maka ruh akan tetap terkurung oleh badan wadag.
Dalam Kitab suci Al-Qur'an jiwa manusia sering disebut dengan nafsu saja karena memang nafsulah yang paling menentukan perjalanan hidup seorang manusia (QS-91 : 7). Sedangkan nafsu manusia sendiri, seperti kebutuhannya dalam teori Maslow, juga memiliki kelas-kelas sesuai dominasinya terhadap jiwa. Dimulai dari yang paling rendah nafsu amarah ( QS-12: 53), jika manusia mampu mengembangkan tingkat kesucian jiwanya maka nafsu akan naik kelas menjadi nafsu lawwamah ( QS-75 : 1-2), kemudian meningkat lagi spesifikasinya sebagai kelas tertinggi, nafsu mutmainnah (QS-89 : 27-28).
Pada level terendah, jiwa manusia sepenuhnya dikuasai oleh nafsu amarah sementara ruh tidak berdaya sama sekali. Nafsu amarah adalah seperti bayi, masih asli dan belum mendapatkan pendidikan sama sekali. Seorang bayi akan memakan apapun yang dipegangnya. Begitu juga pejabat yang jiwanya masih dikuasai nafsu level ini akan memakan nikel, batubara, aspal atau semen yang ada di hadapannya. Pada nafsu terendah ini tidak ada kosa kata memberi yang ada hanya merampas. Kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah ancaman. Hukum yang dipegangnya adalah The end justify the means, jika ada undang-undang menghalangi tercapainya tujuan akhir maka aturan itu yang harus diubah.
Dalam pada itu kekuatan nafsu lawwamah berimbang dengan ruh. Secara harfiah lawwamah adalah nafsu yang menyesal terutama setelah melakukan suatu keburukan. Jika terus berusaha belajar dan memperbaiki diri maka nafsu lawwamah akan naik kelas menjadi nafsu mutmainah, dimana jiwa sepenuhnya dikuasai oleh ruh. Pada jiwa yang tenang dan diridai ini yang ada hanyalah keinginan untuk selalu berbuat baik dan memberi kepada pihak lain. Karena sesungguhnya seluruh manusia bahkan seluruh alam raya didunia ini adalah saudara sesama makhluk Tuhan, jika dia menyakiti orang lain maka itu sama saja dengan menyakiti diri sendiri.
Lebih dari itu lagu tradisional jawa "Gundul-gundul Pacul" juga bisa kita gunakan untuk menganalisis kenapa orang-orang penting masih berkutat pada urusan waduknya sendiri dan abai terhadap kesejahteraan rakyat yang menjadi tanggung jawabnya. Lagu dolanan ini dinisbatkan kepada R.C.Hardjosubroto sebagai penciptanya tetapi banyak juga sumber-sumber lain yang menyebutkan pengarangnya adalah Sunan Kalijaga (https://abdulghofur.wordpress.com).