Lihat ke Halaman Asli

Yansean Sianturi

learn to share with others

Menguji Koalisi Parpol

Diperbarui: 14 Agustus 2022   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: tangselpos.id

Hari Jumat tanggal 12 Agustus 2022, Ketua Umum Partai Gerindra yaitu Prabowo Subianto menyatakan bakal maju sebagai capres 2024. Hal ini dikatakan beliau saat Rapimnas Gerindra bertempat di Sentul. Bersamaan dengan pernyataan tersebut, Gerindra dan PKB secara resmi juga mendeklarasikan koalisinya. 

Menariknya, kerjasama kedua partai ini belum menyebutkan nama capres dan cawapres yang akan diusung. Jika melihat pernyataan Prabowo Subianto bersedia dicalonkan oleh kader Gerindra sebagai capres tahun 2024, nanti. 

Maka, tebakan selanjutnya yang akan muncul di publik adalah Muhaimin Iskandar akan menerima sebagai cawapresnya. Jika prediksi ini meleset dan ada cawapres lainnya selain Cak Imin, misalnya Sandiaga Uno. Padahal Muktamar PKB telah memutuskan dan memberikan dukungan supaya Muhaimin Iskandar (Cak Imin) maju mencalonkan diri sebagai capres dari partainya. Apakah koalisi ini akan terus berlanjut atau berpisah ditengah jalan? Waktu juga nanti yang akan membuktikannya.

Menariknya, koalisi kubu sebelahnya yaitu Koalisi Indonesia Bersatu belum menentukan siapa capres maupun cawapresnya. Jika boleh menerka, apakah Koalisi Indonesia Bersatu ingin terus menjaga kerjasama partainya dan tidak ingin retak hingga pilpres tahun 2024. 

Harus diakui bahwa strategi menentukan capres dan cawapres saat "last minute" memiliki kelebihan yaitu dapat menjaga soliditas kerjasama. Keunggulan lainnya adalah dapat mengukur elektabilitas para pasangan pesaingnya dan bisa menampilkan calon yang diperkirakan mampu mengalahkannya. 

Kelemahannya adalah waktu untuk mempersiapkan calon lebih singkat sementara pasangan pesaing yang memiliki persiapan lama bisa saja telah dikenal dan mendapat  dukungan rakyat yang akan memilih. Kelemahan lainnya karena waktu lebih singkat, maka konsolidasi mesin partai yang berkoalisi perlu kerja lebih cepat dan ini tidak mudah.

Pertanyaan berikutnya adalah Partai Nasdem, PKS dan Demokrat mau kemana arah koalisinya. Apakah akan bergabung dan membentuk satu koalisi baru atau berpisah dan memilih masuk bergabung menjadi anggota pada salah satu dari dua koalisi yang sudah terbentuk. 

Jika ingin membentuk koalisi baru, maka ketiga partai tersebut tentunya akan bernegosiasi dalam menentukan siapa capres dan cawapres yang akan diusungnya. Bila tidak ada titik temu mengenai siapa capres dan cawapres, maka koalisi ini sepertinya akan sulit terbentuk. Mengusung capres dan cawapres dari luar anggota partai merupakan jalan tengah atau solusi agar koalisi ini dapat diwujudkan. Partai Nasdem, PKS dan Demokrat bisa sama-sama menang dan tidak ada yang merasa ditinggalkan.

Jika ingin bergabung masuk koalisi Gerindra dan PKB, maka harus siap menerima Prabowo sebagai Capresnya. Kemungkinan lain bisa saja untuk menarik partai lain bergabung pada koalisi Gerindra dan PKB, Prabowo Subianto menurunkan standarnya dari Capres menjadi Cawapres. Segala sesuatunya memang masih cair dan bisa saja berubah-ubah. 

Pendeklarasian Prabowo kemaren sebagai Capres sebenarnya mengandung resiko, namun publik patut mengacungi jempol atas keberanian tersebut.  Resikonya adalah jika Partai PKB berbalik arah dan partai lain yang memiliki suara di DPR tidak ada yang mau mendukung dan bergabung dalam satu koalisi dengan Gerindra.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline