Lihat ke Halaman Asli

Syarifah Lestari

TERVERIFIKASI

www.iluvtari.com

Cukup Masker yang Menghilang, Sembako Jangan!

Diperbarui: 3 Maret 2020   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sehatq.com

Setelah satu semester menimba ilmu, akhirnya suami insyaallah akan pulang Sabtu nanti. Tak terkira senangnya kami. Sampai kemudian presiden mengumumkan dua orang WNI positif Corona. Muncul kecemasan saat nanti suami berada di bandara, di antara sekian banyak orang dari berbagai tempat di dunia.

Maka kusampaikan ke suami agar membeli masker sekarang untuk persiapan selama perjalanan pulang, karena jika nanti-nanti, orang akan panik dan memborong masker. Aku sendiri mencari masker ke apotek terdekat untuk persiapan aku dan anak-anak menjemput ke bandara, seperti biasa jika suami pergi jauh dan lama baru pulang. Hasilnya, kosong.

Pindah ke minimarket, kosong juga. Sampai ke toko serba ada yang juga tak jauh dari rumah, semua mengaku stoknya habis.

Sampai rumah, kuhubungi teman-teman yang bekerja di rumah sakit dan apotek. Semua mereka menjanjikan menyimpan satu box untukku. Tidak ada di antara kami yang menyangka, bahwa hari itu sebenarnya nyaris di semua tempat di kota ini, persediaan masker sudah tidak ada.

Mungkin karena mereka rata-rata berada di posisi yang tidak ada sangkut pautnya dengan penjualan. Baru paginya mereka memberi kabar bahwa stok masker kosong kerontang.

Alhasil kubatalkan rencana menjemput suami ke bandara, biarlah beliau pulang sendiri dengan taksol ke rumah. Seorang dokter, kenalan baik beliau sudah mewanti-wanti, jangan memegang besi yang biasa disentuh banyak orang. Sering-sering cuci tangan, dll.

Berniat membaca berita positif tentang Corona (misalnya jumlah yang sembuh lebih banyak, dsb) untuk menghindari kepanikan, berita pertama yang muncul di halaman awal browser malah tentang warga yang panik dan memborong beras serta mi instan. Waduh!

Kulongok persediaan beras di dapur. Pas tinggal sedikit, oke kubeli biar gak kehabisan. Sama sekali tak ingin latah. Hand sanitizer sudah biasa ada di tasku, karena masih setengah, tidak kubeli yang baru.

Bukan sok-sok tenang. Aku yakin, kalau aku panik, Mamak yang sekarang berada di rumahku pasti akan ikut panik, lalu memberitahu anak-anaknya yang lain agar mengamankan stok dapur mereka.

Bayangkan jika kakakku yang tengah ngobrol dengan tetangga kemudian ikut panik dan mempengaruhi tetangganya. Barangkali nasib beras, mi, dan macam-macam kebutuhan pokok di kota ini akan bernasib sama dengan masker.

Aku bukan orang medis, psikolog, atau apa pun yang bisa memberi paparan ilmiah terkait Corona dan kekhawatiran yang berlebihan. Tapi aku yakin, kepanikan kita justru lebih berbahaya dari virus itu sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline