Senja di embung tambakbaya semakin temaram. Sayup-sayup dari kejauhan terdengar suara tarhim. seperti biasa menjelang maghrib sekira 50-100 ayat diperdengarkan sholawat yang mengingatkan kecintaan kepada kanjeng Nabi Muhammad saw, dari beberapa masjid di seputaran stadion maguwoharjo maupun seberangnya yang berdekatan dengan kampus islam indonesia.
Tak lama waktunya pun tiba, adzan maghrib bersahutan. keagungan Asma' - nya mendayu hingga ke relung jiwa. termasuk yang sangat menggugah suara muadzin sekaligus marbot masjid Cahaya. Roqib. lantunan adzannya melengking seperti lantunan para muadzin masjidil haram. Mendengar panggilanNya dibawakan penuh penghayatan oleh kang roqib, membuat pendengarnya merinding, seolah syurga begitu dekat. para jamaah pun bergegas memenuhi masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah maghrib.
Tatkala digemakan iqomah, para jamaah segera berbaris rapi untuk menegakkan shalat. seperti barisan mujahid yang akan berjuang ke garis depan membela kebenaran. Selepas maghrib, seperti biasanya anak-anak segera berbaris untuk mengaji. Ustadzah Nisa dan Anggun segera memimpin doa belajar. Sementara ustadz roqib dan ustadz munaf menyiapkan papan tulis untuk menyampaikan pengajaran di TPA/TPQ . Keempatnya pengajar tpa Masjid Cahaya ini adalah mahasiswa dan mahasiswi perguruan tinggi Islam ternama di Yogyakarta. Untuk Bertahan demi merampungkan study banyak mahasiswa yang menjadi marbot dan muadzin di masjid-masjid di yogyakarta, nah, roqib dan munaf termasuk mahasiswa tipe tersebut. sedangkan para mahasiswi banyak mengabdi untuk mengajar tpa-tpq di masjid-masjid dan memberikan les pelajaran untuk anak-anak secara privat maupun klasikal di lembaga-lembaga bimbingan belajar. Sebagai Kota pelajar, Yogyakarta memberikan juga tawaran untuk berjuang dan bertahan hidup dari dunia pendidikan.
TPA di masjid Cahaya, kali ini berjalan lancar seperti biasanya. Anak-anak sumringah mendengar kisah nabi Muhammad saw ketika episode menyunting khadijah, saudagar kaya yang difasilitasi makcomblang maisarah yang amanah. Tetapi Ustadz Roqib yang menyampaikan kisahnya justru keringatnya deras mengucur. Ia berusaha keras untuk menjaga konsentrasi untuk fokus pada materi dan anak-anak, meski secara sadar ada dua orang gadis yang turut memperhatikan dengan seksama. Demikian juga, ustadz munaf yang diam-diam menghayati kisah cinta sang Muhammad muda yang memesona. Ia melirik ke pujaan hatinya ustadzah nisa, yang telah menerima cintanya dan bersedia menikah dengannya. Ia menyadari sudah saatnya untuk bersegera memilih jodoh terbaik, untuk dipersuntingnya segera setelah lulus nanti yang hanya hitungan 2 pekan ke depan. Ia membayangkan betapa bahagianya kelak, bersanding di pelaminan dengan pujaan hatinya itu, sepekan kedepan. Munaf telah mengurus surat-surat perlengkapan administrasi nikah, dan keduanya telah siap menikah di kua di kampung nisa secara sederhana. Ia teringat satu hal, Ia belum memberitahu sahabatnya roqib, sesak dadanya tidak menjadi lapang dengan menghela nafas. Ia masih berpikir moment yang tepat untuk memberitahunya.
Adzan isya' menjadi bel penutupan tpa malam itu. setelah berwudhu, lalu menjalankan shalat isya' secara berjamaah bersama seluruh jamaah yang hadir. semuanya pun bubar. kembali ke rumah masing-masing untuk melanjutkan aktivitas ataupun beristirahat. Kang Roqib dan Munaf, segera membersihkan masjid agak esok telah rapi dan siap kembali untuk dipergunakan sholat subuh. keduanya menempati kamar yang sama. Di dekat pengimaman.
"Maaf kang, Apakah surat yang kutitipkan kepada mu, sudah mendapat jawaban dari nisa?" tanya rokib kepada munaf, sambil mereka bersiap tidur. Rokib menanyakan perihal surat cinta darinya untuk nisa, yang dititipkan kepada munaf sebulan lalu yang berisi kesediaan nisa untuk menerima cintanya dan menikah dengannya. Ia tak sabar untuk menerima kabar dari pujaan hatinya. Sama sekali ia tak tahu, bila munaf teman sekamar dan seperjuangannya telah lebih dulu melamar nisa yang ternyata juga telah tumbuh benih-benih cinta kepadanya. Munaf tidak langsung menjawab. "oh sudah kang! sebentar". Munaf seperti mengambil sesuatu, tak lama berselang ia kemudian, memberikan secarik kertas undangan. "apa ini?" Tanya Rokib. "buka saja, itu jawaban dari nisa".
Rokib kartu yang dibungkus plastik bening itu. Ia pun terkesiap. Ia tahu betul. Rabaannya itu adalah Undangan Pernikahan. "barokallah". ia tidak membuka undangan itu, tapi ia tahu ia ditolak. Mungkin telat menyampaikan cintanya. ia tak cukup punya tenaga dan keberanian untuk segera membuka undangan itu. "insyaAllah besuk pagi saja saya membukanya, yuk kita tidur".
mata rokib hanya kethap-kethip, ingin memejamkan mata untuk tidur tapi tak mampu. lirih berulang-ulang ia melafadzkan tasbih Nabi yunus alaihissalam, ia seperti merasakan kegelapan yang sama, bahkan lebih gelap dari gelapnya perut ikan paus yang menelean sang nabi, bahkan lebih gelap dari dalam samudra dan pekatnya malam di tengah samudra tanpa bulan dan bintang. laa ilaaha illa anta, subhanaka innii kuntu minadl dlolimiin--tiada sesembahan yang patut disembah kecuali Engkau, Maha suci Engkau sesungguhnya aku termasuk orang-orang dlolim (tanpa ampunanMu).
Adzan Subuh yang cempreng dan khas dikumandangkan oleh Aly murid ngajinya di TPA Cahaya. Roqib pun berwudhu, entah kenapa matanya hangat, bukan oleh air wudhu, tetapi oleh air matanya. Ia masih sok, ternyata nisa telah memilih jodohnya. Ia membaca surat Arrahman dalam dua rakaat, tetapi ia tak kuat menahan tangis ketika sampai di ayat (fabiayyi alaa irabbikuma tukadzdzibaan (maka nikmat dari Tuhan yang mana lagi yang kamu dustakan?) lepas subuh ia melanjutkan membaca dzikir pagi maktsurat. Dzikir yang dibaca setiap pagi dan petang ini dituntunkan sebagai wirid harian bagi setiap muslim, semampunya.
Munaf sudah tidak ditempat, karena ia semalam sudah pamit akan ke kampung halaman selepas subuh pagi. ada keperluan penting dipanggil orang tuanya. Ia berhusnudan, mungkin persiapan wisuda. Segera ia ambil undangan pemberian munaf semalam, lalu ia buka dengan perlahan. "Astaghfirullah" istighfar auto terucap, ketika berulang-ulang ia tatap undangan itu menampilkan ejaan yang sama, bahkan yang akan menikah pekan depan adalah munaf & nisa. "Ya Allah..." lirihnya dalam hati, jantungnya tiba-tiba bergeub kencang, sekonyong-konyong matanya sembab oleh air mata. Ternyata ia meng-amanahkan surat cinta pada orang yang salah.
Ia marah, kesal, mangkel, dongkol atau apalah namanya. Ia berusaha meredamnya dengan ilmu yang diraihnya. ia bergonta-ganti posisi dari duduk, berdiri, berbaring... dadanya tetap sesak. Ia pun pergi berwudhu, dengan sempurna, lalu bersyahadat dan berdoa selepas wudhu. Ia merasa perlu bertemu seseorang. Selepas Sholat Dhuha, yang sepertinya hampa. ia pun segera menemui gurunya.