Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Orang Ketiga Terakhir

Diperbarui: 3 November 2019   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

****

Senja itu, di atas meja di dalam salah satu ruangan kecil yang berada di mulut gang sempit jalanan kota yang pernah terpilih sebagai salah satu kota paling aman di dunia berdasarkan survei majalah Time pada tahun 1990 yang lalu. Sambil menikmati secangkir kopi di antara kepulan asap yang memenuhi ruangan. Seorang lelaki paruh baya yang berusia sekitar 50 tahun lebih itu bercerita, tentang kehidupan rumah tangganya yang saat ini telah hancur berantakan akibat kehadiran orang-orang ketiga.

Jauh sebelum lelaki kaya itu datang menemuiku, aku sudah tahu semua hal tentang dirinya. Lelaki paruh baya itu bernama Robi. Anak tunggal dari seorang pengusaha kaya yang cukup terpandang dan berpengaruh di kota ini.

****

Sambil sesekali melihat ke arah cangkir kopi di depanku. Di antara kepulan asap yang berasal dari bakaran rokok di tanganku, lelaki paruh baya yang terlihat begitu rapuh ini terus bercerita, tanpa sekalipun memperhatikan perubahan wajahku yang sesekali berubah saat mendengarkan ceritanya itu.

"Aku tidak pernah menyangka, bahwa dunia yang selama ini aku kenal begitu ramah itu bisa sekejam ini terhadapku. Rasa percaya diriku hancur bersamaan dengan harga diriku yang hilang tatkala mengetahui bahwa wanita baik-baik itu ternyata telah menghianatiku, dan yang lebih celakanya lagi ternyata wanita sialan itu lebih memilih orang ketiga yang penampilannya itu terlihat biasa-biasa saja di bandingkan dengan penampilanku yang bergelimpangan harta ini."

Lelaki paruh baya itu bercerita sambil menahan marah saat menceritakan orang-orang ketiga itu. Sambil menahan marah kulihat dia melihat ke arahku yang tengah menghembuskan asap rokok secara perlahan-lahan dari dalam mulutku. 

Dan diam-diam saat ini aku tengah membandingkan diriku dengan lelaki yang di mataku terlihat begitu rapuh itu.

Sebagai anak lelaki satu-satunya yang berasal dari keluarga kaya dan terpandang di kota ini, kurasa lelaki paruh baya ini dulunya adalah anak yang begitu di manja oleh kedua orang tuanya. Dan sepertinya lelaki ini tidak pernah merasakan seperti apa yang pernah aku rasakan dulu. Kala itu aku terpaksa mengais sisa-sisa makanan karena tak kuasa lagi menahan rasa lapar. Dan entah sudah berapa kali aku di ludahi dan di pukuli oleh orang-orang kaya yang menyangka aku telah mencuri barang-barang pribadi miliknya, yang tanpa sengaja aku temukan tergeletak di pinggir jalanan kota ini bersama para gelandangan lainnya.

****

Di salah satu gang sempit jalanan kota yang menurut Wikipedia berada di ketinggian 768 m di atas permukaan laut ini aku hanya diam. Sambil mendengarkan semua ceritanya, sesekali aku mempermainkan asap rokok dengan bibirku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline