Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Ada Kolam Ikan Koi Sepanjang 70 Meter di Kampung Ngaliyan

Diperbarui: 8 Agustus 2019   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolam Ikan Koi? | Dokumentasi: Wahyu Sapta.

Haa!? Apa iya? 

Beberapa hari ini, banyak yang bersedih karena kehilangan ikan koi yang mati karena listrik padam. Tentu saja saya bisa merasakannya, karena dulu pernah kehilangan ikan koi 30 ekor. Mati, satu demi satu. Padahal dipelihara sejak masih kecil-kecil hingga menjadi besar. 

Tetapi bukan karena listrik padam, melainkan terkena virus yang dibawa ikan lain. Ikan baru yang dimasukkan oleh keponakan yang ternyata membawa virus. Sedihnya banget, tetapi ikhlas saja. Karena toh tidak bisa hidup lagi. Gantinya sekarang memelihara ikan emas saja di kolam. Buat hiburan. 

Lalu, apa ada kolam ikan koi sepanjang 70 meter? Apa iya?

Ada beberapa cara masyarakat demi menyambut HUT Kemerdekaan RI. Salah satunya adalah membuat kolam ikan koi sepanjang 70 meter. Tentu saja hanya dalam bentuk gambar mural, yang digambar di halaman jalan depan rumah.

Sengaja dibuat cerita, seperti ikan koi di dalam kolam yang berenang dari segala arah, lalu kembali lagi, layaknya ikan berenang. Sebuah tema yang menarik, karena ikan koi adalah lambang kemakmuran. Inginnya sih, warga yang menghuni di sana bisa makmur. Juga rukun, guyup. Karena tetangga itu ibarat saudara dekat, yang siap siaga saat dibutuhkan.

Bapak-bapak di gang kampung saya memang kreatif. Mereka membuat kolam ikan koi di halaman rumah. Gang saya memang hanya ada 10 rumah. Itupun 3 rumah tidak dihuni. Jadi hanya 7 rumah yang aktif. Makanya mereka kompak. 

Ikan koi seperti berenang memutar kolam. Dokumentasi: Wahyu Sapta.

Karena waktu sempatnya terbatas, maka pengerjaan dilakukan malam hari. Dan tidak cukup satu malam saja. Malam yang lalu, hanya sketsanya terlebih dahulu. Dan malam berikutnya finishing. 

Karena waktu sempatnya terbatas, maka hanya bisa mengerjakan pada malam hari. | Dokumentasi: Wahyu Sapta.

Malam itu, mereka, Berbudi, Pak Gun, Pak Eko, Pak Nur, Pak Rio, mas Pungki, turut andil dalam pembuatan. Lalu saya kepo, keluar rumah mendekati mereka. Saat saya mengusili Berbudi dengan berpura-pura membantunya, malah disuruh minggir. Katanya nanti tidak sesuai dengan garisnya. Saya hanya tertawa. Baiklah, kalau begitu saya membuatkan mereka teh hangat saja. 

Tiba-tiba ada sajian kudapan dan kopi dari Pak Satiran tetangga lainnya. Mereka menjadi lebih bersemangat. Kompak sekali, bukan? Mengerjakannya juga sambil bercanda, santai. Mereka ingin memberikan kejutan. Karena dikerjakan malam hari. Ketika pagi hari, gambar telah jadi.

Lalu saya masuk rumah dan tidur. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline