Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Cerpen | Tentang Pertengahan Mei dan Hari bersama Kinan

Diperbarui: 16 Mei 2019   04:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: shutterstock

Cahaya bulan yang beberapa hari lagi membulat sempurna, menerpa wajahnya yang tirus. Sebatang rokok terselip di antara kedua bibirnya. Ia memang sedikit membandel. Seharusnya ia sudah tak diperbolehkan untuk merokok. Alasan kesehatan. Batuk yang tak kunjung berhenti selama berbulan-bulan, menjadikan ia sedikit kurus dan bermuka tirus.

Ia seperti dalam kekosongan. Membuatnya seakan-akan menghuni alam kesendirian. Di teras yang memiliki desain sedikit eksentrik, ia tenang. Dalam ruangan ini, jiwanya menyatu. Ia yang menata seluruhnya. Jiwa seni yang mengalir dalam tubuhnya, ia lampiaskan di sana. Selain kegemarannya mencandai keyboard dengan jarinya. Bagai memainkan alunan musik dengan jajaran huruf-huruf dalam layar.

Sejak kejadian satu tahu lalu, ia limbung. Meninggalkan Maya yang hendak dinikahinya, karena ia merasa tidak mampu. Rasa bersalah selalu menghantui. Meskipun Maya masih rajin mengunjunginya. Tetapi ia tetap belum bisa menata hatinya untuk berani kembali melamarnya.

"Ayah, tante Maya itu perempuan terbaik sedunia. Mengapa Ayah menyia-nyiakannya?" tanya Kinan anak semata wayangnya di suatu hari. Kinan, sekarang telah dimiliki Dananjaya dan Aurora. Ia hanya bisa membuang nafas pelan, pertanda bahwa ia belum siap menjawab pertanyaan itu.

"Kinan, suatu hari nanti. Pasti ayah akan melamarnya. Ayah belum berani untuk saat ini."

"Karena mama? Mama pasti merestui, ayah. Bahkan Kinan pernah mimpi bertemu mama. Ia tampak bahagia di sana."

Ia hanya senyum simpul mendengar kata Kinan.

"Bagaimana kabarnya Aurora cucu Ayah? Ayah kangen padanya." tanyanya.

Sengaja ia membelokkan arah cerita, saat Kinan mulai membahas tentang Maya. Lelaki tengah baya itu seperti menghindar. Dan pembicaraan tentang itu, seperti biasa, akan menguap dengan sendirinya.

***

Keheningan adalah miliknya. Bertandang setiap hari dan ia menemaninya tanpa berusaha untuk melepasnya. Maya dan Kinan hanya bisa berusaha agar keheningan menjadi sedikit riuh dan berbunyi merdu. Kecerewetan Kinan dengan kalimat yang bertubi-tubi menyerupai bujukan, agar ayahnya tak larut dalam kesunyian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline