Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tentang Pertengahan Mei dan Hari bersama Kinan

15 Mei 2019   23:46 Diperbarui: 16 Mei 2019   04:17 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: shutterstock

Sedangkan Maya yang begitu mencintainya, tak patah arang meskipun ia mematahkan hati berkali-kali. Maya mengerti, bahwa di dalam hati yang paling dalam, ia juga mencintai. Maya dapat melihat dari sorot mata yang hitam. "Aji, sesungguhnya hatimu milikku," serunya dalam hati.

Maya sering sedikit gemas dengan perasaan hati Aji. Sering berbelok arah, meski kembali dan melabuhkan hati padanya. Tak apa. Selama Aji tak lepas dari pandangan matanya. Aji adalah miliknya.

"Maafkan Ayah, tante. Ayah memang suka galau. Biasa lah, seperti remaja yang sedang jatuh cinta," goda Kinan pada ayahnya saat mereka bertemu bertiga. Terkadang berlima bersama Dananjaya suami Kinan dan Aurora. Ayahnya hanya tersenyum seperti biasa. Tak menolak, juga tak menanggapinya. Hanya datar.

***

Butuh keberanian berton-ton untuk membicarakan kembali keseriusan hati. Ia merasa masih terpaku pada Dena. Istrinya, yang lebih dulu meninggalkan dirinya untuk selamanya.

Meskipun sesungguhnya ia menyayangi Maya, tetapi ia selalu berdentum pada kegundahan. Ia tak sanggup, jika Maya tiba-tiba meninggalkannya. Ia tak ingin kehilangan, untuk kedua kalinya. Bahkan pada saat Maya belum dimilikinya utuh.

"Aji, apa aku bagimu? Apakah selama ini sikapku yang selalu condong padamu tak cukup?"

Ia memandang Maya. Lama. Kemudian menarik nafas panjang.

"Mengapa?"

"Seharusnya aku yang bertanya. Mengapa Aji?"

"Kau tahu Maya, aku sudah tak muda lagi. Apakah kau masih mau padaku?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun