Lihat ke Halaman Asli

PPDB Zonasi: Pemerataan atau Kesulitan?

Diperbarui: 4 Juni 2025   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap pertengahan tahun ajaran, masyarakat Indonesia kembali mengalami keresahan terkait proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya di tingkat SMP dan SMA. Sistem zonasi yang awalnya dirancang untuk mencapai kesetaraan pendidikan seringkali menimbulkan paradoks: siswa berprestasi terdepak, orang tua merasakan tekanan, dan sekolah-sekolah unggulan tetap menjadi incaran banyak orang.

Sebenarnya, tujuan dari sistem zonasi sangat baik yaitu menghapus perbedaan pandangan antara sekolah favorit dan sekolah yang kurang diperhatikan, menciptakan keadilan dalam akses pendidikan bagi semua anak, serta mendekatkan siswa ke sekolah terdekat guna mengurangi beban transportasi. Namun, dalam praktiknya, sistem ini masih jauh dari harapan yang ideal. Data di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua daerah memiliki sekolah dengan kualitas yang sebanding. Di kota-kota besar, sekolah unggulan masih banyak menumpuk di pusat kota, sementara di daerah pinggiran, fasilitas dan kualitas pengajaran belum memadai. Akibatnya, siswa yang memiliki kemampuan untuk masuk ke sekolah tertentu sering kali terhalang hanya karena faktor jarak. Tak jarang, muncul praktik manipulasi data domisili, jual beli alamat, bahkan pungutan liar demi memastikan anak bisa diterima di sekolah tertentu. Ini menunjukkan bahwa sistem yang tidak dibarengi dengan pemerataan mutu hanya akan memunculkan ketimpangan baru dalam bungkus "keadilan".

Di sisi lain, siswa berprestasi merasa tidak dihargai. Mereka yang sudah berusaha keras melalui jalur akademik atau non-akademik, justru tersingkir oleh sebuah sistem yang tidak memadai menilai usaha mereka. Ini bisa berdampak pada motivasi belajar dan kepercayaan terhadap sistem pendidikan itu sendiri. Lalu, apa solusinya? Pemerintah harus berani melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem zonasi. Pemerataan akses tidak cukup hanya dengan membatasi pilihan sekolah berdasar peta. Yang lebih penting adalah peningkatan kualitas, perbaikan infrastruktur sekolah, penyebaran guru yang kompeten, serta kurikulum yang responsif di semua jenis pendidikan.

Sistem zonasi memang bukan kesalahan, tetapi hanya saja belum cukup memadai. Ia harus menjadi bagian dari kerangka kebijakan yang lebih besar dan menyeluruh, bukan solusi cepat yang hanya menimbulkan kekacauan setiap tahunnya. Pendidikan adalah hak setiap anak di negeri ini. Namun jika sistemnya mempersulit akses bagi anak-anak yang ingin belajar dengan lebih baik, bukankah itu merupakan bentuk pemerasan atas nama keadilan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline