Lihat ke Halaman Asli

Urip Widodo

Write and read every day

Ribuan Siswa Keracunan MBG, Apa Solusinya?

Diperbarui: 2 Oktober 2025   15:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus keracunan MBG / sumber: kompas

Sepekan terakhir, hampir setiap hari, berita di beberapa chanel TV mewartakan kasus keracunan siswa setelah menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG). Sampai hari ini, 2 Oktober 2025, laporan dari berbagai sumber resmi dan media nasional menyebut jumlah siswa yang mengalami keracunan telah mencapai lebih dari 9.000 kasus di seluruh Indonesia.

Data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pada akhir September 2025 menyebut ada 8.649 anak, sementara laporan lain dari Kompas dan Tribunnews menyebut angka korban 6.517 - 9.089 siswa.

Selain itu, kasus-kasus terbaru selama awal Oktober 2025 melaporkan ratusan korban baru dari berbagai daerah, seperti di Kabupaten Garut (299 siswa), Agam Sumatera Barat (86 siswa), dan Kota Banjar (79 siswa). Hampir semua korban merupakan pelajar dari TK, SD, hingga SMP dan SMA.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah realisasi dari janji Presiden Prabowo, yang saat ini menjadi perhatian publik nasional karena dianggap terlalu ambisius tanpa perhitungan atau perencanaan yang matang. Tidak aneh kalua kemudian pelaksanaannya di lapangan menghadirkan sejumlah masalah serius yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Salah satunya kasus keracunan massal yang menimpa ribuan siswa di berbagai daerah, yang penyebab utamanya terbukti adanya kontaminasi bakteri akibat makanan yang tidak segar juga penyimpanan atau distribusi yang terlalu lama.

Kasus keracunan ini telah menciptakan trauma mendalam di masyarakat. Banyak orang tua mengaku kehilangan kepercayaan pada program MBG ini, bahkan memilih melarang anak mereka mengonsumsi makanan MBG meski sebenarnya sangat membutuhkan bantuan gizi. Situasi ini sangat memprihatinkan karena justru menihilkan manfaat dasar dari program yang didesain untuk membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu.

Masalah lain yang mengemuka adalah ketaktransparanan dalam pengelolaan dana MBG. Sejumlah dugaan telah mengarah pada potensi korupsi, baik dalam penunjukan pihak pengelola dapur besar, monopoli pengadaan bahan pangan, maupun mark-up anggaran distribusi. Setelah dilakukan verifikasi, tercatat beberapa anggota DPR dan DPRD terlibat 'bisnis' MBG.

Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengakui ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menjadi mitra program makan bergizi gratis atau MBG. Mereka memiliki dapur atau satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang bertugas untuk memasak makanan.

Namun, Dadan mengaku ia baru mengetahui hal itu belakangan setelah dapur-dapur tersebut terverifikasi dan beroperasional. "Memang setelah kegiatan berjalan, kami melihat ada beberapa pemilik yang kami identifikasi seperti orang orang yang memang sudah kami kenal," kata Dadan Hindayana dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, pada Senin, 22 September 2025.

Permasalahan sistemik seperti ini tidak semestinya dibiarkan terjadi terus menerus. Program MBG, sebagai bentuk investasi sosial yang sangat mahal dan masif, harus mampu menghadirkan dampak positif yang sebesar-besarnya, khususnya bagi mereka yang paling membutuhkan.

Maka dari itu, dua reformulasi mendesak perlu segera diambil oleh pemerintah:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline