Lihat ke Halaman Asli

Catatan Bu Tari

Diperbarui: 28 November 2022   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Senin, harusnya menjadi sebuah Senin yang menggebu. Tak ada ragu, tak ada pilu. Sebuah hari dimana sudah sepantasnya para jiwa menggeliat penuh dengan semangat. Untuk memperoleh apa yang yang pantas didapat. Namun, banyak diantara kita terjebak pada perasaan takut akan kegagalan dan was-was akan keberhasilan. Benarkah? Selanjutnya tugas kita adalah menaklukkan perasaan itu, lalu memenangkan. Karena sungguh masa depan kita layak diperjuangkan.

                                                                                    Purbalingga, 12 Agustus 2019

                                                                                    #Untuk esok dalam pertemuan pertama

***

Ruang kelas 9H terpisah dari gedung kelas lain, berada di sudut sekolah, bersebelahan dengan ruang OSIS yang jarang digunakan. Tak seperti kelas-kelas lain, taman depan kelas tampak gersang dan tak tertata. Sensivera yang ditata rapi mengering, sirih gading yang menggantung dalam enam pot daunnya menguning, satu-satunya tanaman yang terlihat sehat hanyalah kaktus koboi yang lurus tinggi menjulang.

Seperti biasa kelas 9H ramai dengan canda ria penghuninya. Celoteh gokil dari Adib, disambut pantun jenaka dari Gusti. Julia dan Dewa saling berbalas melempar kertas. Bukan itu saja, disudut kanan, gelak tawa  anak-anak perempuan membuat seisi ruang semakin riuh. Rian, dengan atasan OSIS  yang dikeluarkan dari celana yang bersabuk,  berada di depan papan tulis, ia memegang sapu lantai. Berdiri dengan kaki terbuka, menggerak-gerakan kepala.  seolah sedang berada diatas panggung. Mulutnya membuka, terlihat ia tengah begitu menikmati aksinya. Sementara siswa yang lain tertawa terpingkal melihat apa yang Rian lakukan.

Semua berhenti ketika seorang guru perempuan muda  membuka pintu. Wajah-wajah siswa yang awalnya ceria, kini berubah muram. Jam pelajaran pertama dimulai, sebuah pelajaran yang paling di benci oleh kelas ini. Guru muda itu berhenti dan berdiri dengan menebar senyum untuk yang pertama kali. Rian segera melangkah dari lantai kelas yang lebih tinggi dari lantai lainnya,. Adib bergegas turun dari duduknya di meja. Gusti menurunkan lutut yang ia tekuk diatas kursi. Remaja perempuan dengan saling memandang akhirnya membubarkan diri dari kerumunannya di sudut belakang.  Julia dan Dewa tak jadi melempar  sebuah gulungan besar kertas yang sengaja  disobek dari buku-buku mereka.

Kelas dalam keadaan kotor. Berantakan.

Guru berhijab abu masih berdiri dengan membawa beberapa buku yang ia pegang di tangan kiri. Kini, semua siswa duduk di kursi masing-masing. Rian, mendekatkan bahunya ke Adib "Siapa dia?" bisiknya

"Entahlah" jawab Adib

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline