Pulau Bawean, mutiara yang berada di utara Gresik, Jawa Timur, tak hanya mempesona lewat keindahan alamnya, tetapi juga warisan budayanya yang masih terus dilestarikan hingga kini. Dibalik keindahan pantai dan hijaunya perbukitan Bawean, tersimpan kearifan lokal yang mencerminkan kehidupan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan, gotong royong, dan hormat terhadap warisan leluhur. Dalam jejak langkah pengabdian masyarakat UII Mengabdi, kami berhasil menelusuri kearifan lokal dari lisan ke lisan, menggali tradisi yang terus dijaga di pulau ini. Inilah Bawean, warisan budaya yang masih tetap dilestarikan.
1. Pencak Silat: Perayaan Pernikahan dan Simbol Kehormatan
Di Bawean, setiap perayaan pernikahan tak sekadar momen sukacita, tetapi juga panggung bagi tradisi yang menjunjung kehormatan. Dalam acara ini, pendekar-pendekar lokal tampil sebagai pendamping dan simbol kekuatan serta kehormatan. Dengan salam kesenian sebagai pembuka, gerakan mereka mengalir dalam irama yang penuh makna merepresentasikan nilai-nilai budaya lokal seperti keberanian, kehormatan, serta solidaritas antarmasyarakat. Tak hanya dalam sebuah pernikahan, pencak silat juga menjadi bentuk penghormatan bagi tamu atau tokoh penting yang singgah ke desa.
2. Maulid Nabi dan Tradisi Tukar Parcel
Maulid Nabi di Bawean tidak hanya dirayakan dengan lantunan sholawat yang merdu, tetapi juga tradisi dengan tradisi istimewa berupa parsel berisi makanan dan hasil bumi yang dibawa penuh syukur ke masjid. Warga saling bertukar parsel, sebagai simbol persaudaraan dan kebersamaan yang hangat. Setelahnya, masyarakat membawa aneka hidangan seperti ayam panggang, telur, hingga kudapan khas menuju pantai. Di sana, mereka duduk dan makan bersama dalam nuansa menciptakan kekeluargaan yang hangat dan penuh makna. Tradisi ini bukan hanya mempererat tali silaturahmi, tapi juga menanamkan nilai luhur pentingnya berbagi rezeki adalah bentuk syukur yang indah.
3. Selamatan Hari Asyura
Hari Asyura, yang jatuh pada tanggal 10 Muharram adalah hari yang penuh berkah yang diperingati dengan khidmat oleh umat Islam di seluruh belahan dunia. Di Desa Lebak, perayaan ini menghidupkan tradisi selamatan yang dilaksanakan secara kolektif di masjid, menyatukan seluruh warga dalam semangat kebersamaan. Dalam kebersamaan yang hangat, masyarakat menyiapkan dan memasak Bubur Sura, hidangan istimewa dari beras dan jagung yang dimasak dengan rempah pilihan, kemudian disantap bersama dengan penuh syukur. Tradisi ini bukan hanya menjadi sekedar menikmati hidangan, melainkan sebuah perayaan syukur atas segala nikmat yang diterima, sekaligus sarana mempererat ikatan persaudaraan, menumbuhkan semangat kebersamaan, dan menjaga warisan luhur yang telah mengakar hidup dalam budaya dan keagamaan, yang diwariskan secara secara turun-temurun.
4. Syukuran Panen Padi
Setiap musim panen usai, ketika ladang-ladang mempersembahkan hasil yang melimpah, asyarakat Desa Lebak menggelar tasyakuran panen padi sebagai ungkapan syukur atas berkah yang diterima dari tanah hasil pertanian mereka. Tasyakuran ini berlangsung dalam tiga tempat berbeda: masjid, pantai, dan Jherat Lanjheng (Makam Panjang).Warga membawa hidangan, yang diracik dengan cinta untuk dinikmati bersama. Hidangan-hidangan itu bukan hanya mengisi perut, tetapi simbol dari keberkahan yang datang dengan kerja keras dan kebersamaan.
5. Selamatan Nelayan di Bulan Agustus
Setiap bulan Agustus, ketika angin berbisik lembut di pesisir, masyarakat Desa Lebak menggelar Selamatan Labuhan Laut, sebuah tradisi tahunan yang merayakan berkah laut yang melimpah. Masyarakat merayakan Selamatan Nelayan dengan berbagai kegiatan yang memeriahkan suasana di pinggir pantai. Berbagai lomba tradisional, seperti lomba dayung, lomba hias perahu, dan berbagai lomba seru lainnya. Semua kegiatan ini tak hanya untuk merayakan hasil laut, tetapi juga sebagai wujud kebersamaan antar warga. Suasana ceria dan penuh kegembiraan ini menjadi momen yang dinanti setiap tahun, tempat dimana kebersamaan terjalin.