Lihat ke Halaman Asli

Tupari

TERVERIFIKASI

Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Dari Jalan Kaki hingga Kantong Belanja Penuh: Ritme Pagi di Pasar Way Kandis

Diperbarui: 18 Agustus 2025   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pintu Masuk Parkir Mobil Pasar Mandiri Way Kandis. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Pagi itu udara masih terasa segar. Jalanan mulai ramai oleh aktivitas warga yang berangkat kerja, hingga ibu-ibu yang tergesa membawa kantong belanja.

Dari rumah, saya biasanya melangkah bersama istri menuju Pasar Mandiri Way Kandis, atau yang lebih populer disebut pasar Way Kandis. Jaraknya hanya sekitar dua kilometer, cukup dekat untuk ditempuh dengan berjalan kaki.

Bagi saya, perjalanan ini bukan sekadar rutinitas belanja, tapi juga cara sederhana menjaga tubuh tetap bugar sekaligus menghirup suasana pagi yang jarang didapat ketika sibuk dengan aktivitas harian. Sembari menikmati keramaian pasar yang setiap hari selalu ramai, apalagi saat weekend.

Namun, hari ini kami tidak berjalan kaki. Ada alasan kecil tapi penting: setelah dari Way Kandis, kami akan melanjutkan perjalanan ke Pasar Jatimulyo, yang nanti akan saya ceritakan lebih lengkap dalam artikel selanjutnya. Perjalanan lebih jauh itu membuat kami memilih naik kendaraan agar tenaga tetap terjaga.

Suasana pasar yang tenang namun ramai. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Pasar Keluarga yang Melegenda

Pasar Way Kandis sudah lama dikenal sebagai salah satu pasar keluarga yang melegenda di Bandar Lampung. Hampir semua kebutuhan rumah tangga bisa ditemukan di sini: mulai dari sayur-mayur segar, ikan, daging ayam, rempah-rempah, hingga kebutuhan dapur lainnya.

Tidak hanya itu, jajanan pasar dan kuliner khas juga berjejer rapi di sudut-sudutnya, menggoda siapa pun yang lewat. Bahkan, ada pula pedagang pakaian dan penjual emas, semua serba ada di pasar ini.

Bagi banyak keluarga, pasar ini adalah denyut kehidupan. Di sinilah ibu-ibu rumah tangga membandingkan harga cabai dan bawang, di sinilah para pedagang kecil menggantungkan harapan setiap hari, dan di sinilah interaksi sosial paling hangat terjadi.

Yang menarik, pasar juga menjadi ruang temu. Tidak jarang kami berpapasan dengan teman lama, saudara, atau tetangga yang sama-sama sedang berbelanja. Seperti pagi ini, kami bertemu dengan Pak Zainuri dan istrinya. Mereka dulu adalah tetangga dekat karena rumah kami bersebelahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline