Sistem peradilan di Indonesia pada dasarnya dibangun di atas prinsip negara hukum, di mana kekuasaan kehakiman dijalankan secara merdeka dan berada di bawah Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi. Di dalamnya terdapat empat lingkungan peradilan, yakni peradilan umum yang menangani perkara pidana dan perdata, peradilan agama yang mengurus perkara-perkara bagi umat Islam, peradilan tata usaha negara yang mengadili sengketa antara rakyat dan pemerintah, serta peradilan militer yang berwenang menangani kasus yang melibatkan anggota militer. Keempatnya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena semuanya bertujuan menegakkan hukum, keadilan, dan kepastian hukum. Peradilan agama di Indonesia sendiri mengalami perkembangan yang cukup panjang. Pada masa kolonial, kedudukannya masih lemah karena hanya diberi ruang terbatas dalam urusan keluarga. Setelah Indonesia merdeka, kedudukan peradilan agama diperkuat melalui berbagai regulasi hingga akhirnya diakui sebagai bagian dari sistem peradilan nasional. Awalnya, kewenangan peradilan agama hanya terbatas pada perkara perkawinan, tetapi seiring dengan berlakunya Undang-Undang Peradilan Agama dan Undang-Undang Perkawinan, kewenangannya meluas ke bidang waris, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan yang terbaru juga mencakup sengketa ekonomi syariah. Perkembangan ini menunjukkan bahwa peradilan agama bukan lagi lembaga yang dipandang sebelah mata, tetapi telah menjadi pilar penting dalam mewujudkan keadilan bagi umat Islam di Indonesia. Sementara itu, jika dibandingkan dengan peradilan agama di negara-negara lain yang dibahas dalam kajian hukum keluarga Islam modern, dapat dilihat adanya variasi yang cukup besar. Di beberapa negara, seperti Mesir, peradilan agama pernah memiliki peran dominan dalam mengatur kehidupan keluarga Muslim, tetapi kemudian kewenangannya banyak dialihkan ke peradilan sipil modern, meski tetap mempertahankan aspek hukum keluarga Islam. Di negara lain seperti Pakistan, peradilan agama masih memiliki peranan yang cukup kuat dan bahkan masuk ke ranah politik dan legislasi hukum Islam. Sedangkan di negara-negara dengan sistem hukum campuran, peradilan agama biasanya hanya menangani perkara-perkara personal, seperti perkawinan dan perceraian, sementara sengketa lain diurus oleh peradilan umum. Perbedaan ini dipengaruhi oleh sejarah kolonialisme, perkembangan politik, dan kebijakan hukum di masing-masing negara. Dengan demikian, meskipun sama-sama berlandaskan syariat Islam, posisi dan kewenangan peradilan agama di Indonesia maupun di negara lain menunjukkan corak yang berbeda-beda, dan hal ini menegaskan bahwa hukum Islam selalu berinteraksi dengan realitas sosial, budaya, dan politik tempat ia diterapkan.
KELOMPOK: 6
1. RIFDA ALFI (232121154)
2. TSANIA NUR SYAHADATINA (232121166)
3. SYAFIQ OTTO (232121137)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI