Opini Publik
Oleh : Tri wahyudi -- Aktivis Peduli Bumi Pertiwi
Delapan dekade Indonesia merdeka. Namun, realitas di lapangan tetap memilukan: rakyat bekerja keras untuk sekadar hidup layak, sementara kekayaan negeri ini digerogoti oleh segelintir orang. Jika benar kekayaan alam adalah milik negara, dan negara adalah rakyat, harusnya tidak ada rakyat yang kelaparan di negeri seluas dan sekaya ini.
1. Negeri Super Kaya dengan SDA yang Sangat Cukup untuk Semua
Indonesia adalah salah satu negara terkaya secara sumber daya alam di dunia. Berikut ini sebagian potensi kekayaan kita:
- Cadangan Nikel: Indonesia memiliki cadangan 21 juta ton nikel, terbesar di dunia. (US Geological Survey, 2023)
- Tambang Emas dan Tembaga Grasberg (Papua): Termasuk lima terbesar dunia.
Potensi pendapatan miliaran USD tiap tahun. - Batu Bara: Produksi 770 juta ton (2023), ekspor lebih dari 500 juta ton per tahun.
Sumber devisa utama. - Minyak dan Gas Bumi: Cadangan gas mencapai 62,4 TCF (trillion cubic feet).
(SKK Migas, 2024) - Potensi Energi Baru dan Terbarukan:
-- Panas bumi: 23,9 GW
-- Surya: 207,8 GW
-- Angin: 60 GW
(Kementerian ESDM, 2024) - Rare Earth Elements (REE):
Tersebar di Bangka Belitung, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Sangat dibutuhkan dalam industri teknologi tinggi, mobil listrik, dan militer. - Dan seberapa banyak lagi kekayaaan SDA yang belum dan akan di eksplorasi
Dari semua ini, jika dikelola dengan prinsip kedaulatan ekonomi dan berkeadilan, lebih dari cukup untuk membiayai seluruh kebutuhan rakyat Indonesia, bahkan tanpa perlu memungut pajak dari rakyat lagi terlebih masyarakat kecil.
2. Kekayaan Melimpah, Tapi Negara Masih Memalak Rakyat
Indonesia saat ini memiliki populasi sekitar 276 juta jiwa (BPS, 2024). Dengan asumsi konservatif saja, jika hasil pengelolaan SDA nasional dibagi adil, setiap kepala bisa menerima manfaat setara jutaan rupiah per bulan --- cukup untuk jaminan pangan, pendidikan, dan kesehatan.
Namun kenyataannya, negara justru sangat bergantung pada pajak rakyat.
Menurut Kementerian Keuangan (APBN 2024), pajak menyumbang 82% dari total pendapatan negara. Tapi komposisinya timpang:
- Pajak penghasilan badan dan orang kaya justru minim (banyak yang lari ke tax haven),
- UMKM dan pekerja informal dikejar lewat PPh Final, PPN UMKM, dan pungutan non-formal.