Ilogondhang Banyumasan (4): Geguritan, Gerongan, dan Filosofi Guyonan
Oleh: Toto Endargo
Salah satu kekhasan tembang Ilogondhang Banyumasan terletak pada bentuknya yang bukan hanya sekadar tembang, tetapi juga dilengkapi dengan geguritan dan gerongan. Perpaduan ini membuat suasana menjadi lebih hidup, penuh canda, serta menghadirkan kebersamaan antara sindhen dan niyaga, waranggana dan wiraswara. Kompak sekaligus meriah.
Lirik Guyonan yang Menggelitik
Mari kita cermati cuplikan berikut:
- Kadhar pira wong lanang sing rosa, rosa nggender - (Esuk nggender, sore nggender, bubar nggender kethewer-thewer)
- Kadhar pira wong lanang sing rosa, rosa ngendang - (Esuk ngendang, sore ngendang, bubar ngendang kecemplung blumbang)
- Kadhar pira wong lanang sing rosa, rosa nge-gong - (Esuk nge-gong, sore nge-gong, bubar nge-gong kejeglong-jeglong)
Geguritan ini menggambarkan pola pergaulan wong Banyumas. Mereka akrab dengan guyonan, bahkan tidak segan mengolok-olok. Dalam contoh di atas, kaum laki-laki (wong lanang) seolah sedang dilecehkan atau "dikutuk" karena sikapnya yang terlalu ngaya dalam bekerja.
Ungkapan "kadhar pira" bisa diartikan: "Seberapa sih kekuatanmu?" atau "Paling juga tidak seberapa." Pesannya jelas: jika bekerja tanpa mengenal waktu---pagi hingga sore---maka akhirnya tubuh bisa terhuyung, tercebur, bahkan celaka. Kutukannya berupa kecelakaan kecil, cedera, atau hilangnya konsentrasi.
Dengan cara ini, perempuan Banyumas menasihati lewat tembang: jangan berlebihan dalam bekerja. Hidup perlu keseimbangan, sebab jika tenaga diperas habis-habisan, yang lahir bukan keberkahan, melainkan petaka.
Sari Laut dan Rama
Bagian lain dari tembang berbunyi:
- Sari laut, rama kula e rama,
- Kluyur kluyur padha bali nganah ngidul
- Ilogondhang parikane
- (dhuwa loloo oo-eng)