Ilogondhang Banyumasan (3): Menyelami Makna di Balik Sebuah Nama
Oleh: Toto Endargo
Sebelum kita masuk ke bahasan sastra dalam lirik tembang Ilogondhang Banyumasan, ada baiknya kita berhenti sejenak pada judulnya. Kata Ilogondhang bukan sekadar rangkaian bunyi yang enak didengar, melainkan menyimpan jejak sejarah bahasa sekaligus filosofi budaya wong Banyumas.
Ilogondhang sebagai Nama Pohon
"Ilo" atau "Elo" adalah nama sebuah pohon yang bisa tumbuh hingga sepuluh meter, berdaun lebar, dengan buah kecil-kecil. Pohon ini dalam penyebutan lain dikenal pula sebagai pohon Gondhang. Dengan kata lain, Ilo dan Gondhang sesungguhnya menunjuk pada hal yang hampir sama.
Pohon yang ukurannya lebih kecil disebut Keciet. Bentuk daun dan buahnya mirip pohon tin, sehingga ada pula yang menyebutnya "Pohon Tin Jawa". Maka, pohon Gondhang dapat dipandang sebagai versi lokal pohon tin di Nusantara.
Namun, lebih dari sekadar keterangan botanis, pilihan nama ini memuat pesan budaya. Masyarakat Banyumas menggabungkan dua kata yang sama artinya---Ilo dan Gondhang---menjadi satu judul gendhing. Fenomena ini mencerminkan gaya tutur wong Banyumasan yang gemar mengulang kata untuk mempertegas maksud.
Dengan begitu, Ilogondhang bisa dibaca sebagai simbol persatuan: satu budaya, satu darah, satu tanah kelahiran, dan satu pula dalam rasa. Inilah keindahan bahasa Banyumasan---pengulangan bukan dianggap mubazir, melainkan justru penguat makna.
Lapisan Makna Lain
Selain menunjuk pada pohon, kata Ilogondhang juga memiliki tafsir simbolis. "Ilo" dari kata "Ngilo" artinya bercermin. "Gondhang" dalam bahasa Banyumas memiliki makna sebagai "tekak" atau bagian dari tenggorokan tempat keluarnya suara, istilah lainnya adalah "telak". Dengan dimaknai sebagai cermin dan sumber suara maka kita dapat memberi makna yang lebih berbudaya, membicarakan perilaku orang Banyumas bukan sekedar nama pohon.