Suasana di depan Gedung DPR RI beberapa hari terakhir, teriakan, spanduk, kepulan asap, dan kericuhan yang tak bisa diabaikan. Di tengah chaos itu, muncul pernyataan yang langsung bikin publik heboh, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono, menuding ada pihak asing yang menunggangi demonstrasi untuk mengacaukan situasi politik nasional.
Sekilas terdengar seperti teori konspirasi yang biasa beredar di media sosial. Tapi tunggu dulu, komentar Hendro ini langsung menyeret kembali bayangan masa lalu Hendro yang penuh kontroversi. Tiba-tiba, netizen tak lagi fokus pada isu "antek asing" tapi malah mengaitkan nama Hendro dengan kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas, termasuk tragedi Talangsari 1989 dan pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib pada 2004.
Komentar Hendropriyono soal "antek asing" saat demo DPR memicu kritik publik, mengaitkan kasus Munir dan Talangsari yang belum tuntas. - Tiyarman Gulo
Demo DPR dan Tuduhan "Tangan Asing"
Demo yang awalnya bertujuan menyuarakan tuntutan rakyat mendadak berubah menjadi sorotan politik nasional. Hendro, yang dikenal publik sebagai tokoh intelijen, menyebut ada pihak asing di balik kericuhan itu.
Namun, bukannya menenangkan, pernyataannya justru memantik gelombang kritik di media sosial. Netizen mempertanyakan motif Hendro dan mengingat kembali jejak kontroversialnya dalam sejarah HAM di Indonesia.
Kritikus politik Faizal Assegaf bahkan menyebut manuver Hendro sebagai "upaya pembodohan publik." Menurut Faizal, Hendro seolah ingin menunjukkan dirinya bersih dari isu, padahal sejarahnya penuh catatan gelap yang belum selesai diusut.
Kasus Munir Kembali Disorot
Nama Munir kembali mencuat di tengah kontroversi ini. Munir Said Thalib adalah aktivis HAM yang tewas diracun arsenik dalam penerbangan Garuda Indonesia rute Jakarta - Amsterdam pada 7 September 2004. Tragedi ini sempat menyeret banyak pihak, termasuk,
- Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot yang terbukti terlibat dan divonis 14 tahun penjara sebelum bebas bersyarat pada 2018.
- Mantan Deputi V BIN, Muchdi PR, yang sempat ditetapkan tersangka tetapi kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2008.
- Direktur Garuda Indonesia, Indra Setiawan, yang juga sempat ikut dalam penyelidikan.
Komnas HAM dan Tim Pencari Fakta bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu merekomendasikan penyidikan lanjutan, termasuk terhadap Hendropriyono yang menjabat Kepala BIN. Namun, sayangnya, Hendro sama sekali tak tersentuh proses hukum.
Kematian Munir bukan sekadar tragedi pribadi; ia menjadi simbol perlunya keadilan dan pengawasan terhadap aparat negara. Setiap kali nama Hendro muncul, publik selalu mengingat kasus Munir yang belum selesai ini.
Talangsari 1989, Catatan Hitam Hendropriyono
Jika kasus Munir membuat publik murka, sejarah Talangsari 1989 menunjukkan sisi gelap lain dari perjalanan Hendro. Saat menjabat Danrem 043/Garuda Hitam, Hendro terlibat dalam operasi militer di Lampung Timur pada 7 Februari 1989.
Hasilnya, lebih dari 130 orang tewas, puluhan lainnya diusir, ditahan, disiksa, dan dianiaya. Aktivis HAM Munir bahkan sempat menggugat penunjukan Hendro sebagai Kepala BIN ke Pengadilan Tata Usaha Negara pada 2001, sebagai bentuk protes terhadap rekam jejak kelamnya.
Kasus Talangsari menjadi bukti bahwa kekerasan dan pelanggaran HAM bukan hal baru dalam perjalanan karier Hendro. Ketika publik mendengar pernyataan Hendro soal "antek asing," tidak jarang mereka melihatnya sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari sejarah panjang kontroversi Hendro sendiri.