Lihat ke Halaman Asli

Transformasi Pendidikan Berbasis Nilai: Moderasi Beragama Sebagai Poros Integrasi

Diperbarui: 6 Juni 2025   16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tengah derasnya arus informasi dan derasnya polarisasi sosial, pendidikan kita sedang berdiri di simpang jalan. Sekolah bukan lagi sekadar tempat belajar berhitung atau menghafal teks, tapi menjadi arena pembentukan karakter dan ruang keberagaman. Dalam konteks ini, saya meyakini bahwa moderasi beragama bukan hanya jargon kementerian, melainkan nafas baru yang harus menjiwai transformasi pendidikan Indonesia.

Mengapa Moderasi Beragama Penting dalam Pendidikan?

Indonesia bukan negara agama, tapi juga bukan negara sekuler. Kita adalah bangsa yang memayungi enam agama resmi, ratusan aliran kepercayaan, dan keragaman budaya yang luar biasa. Jika pendidikan tidak bisa menjadi jembatan di tengah keragaman itu, ia justru bisa jadi pemicu perpecahan.

Moderasi beragama mengajarkan kita untuk bersikap seimbang: tidak ekstrem, tidak pula permisif. Ia mengajak kita untuk menjadi orang beriman yang bijak, bukan beringas; yang teguh dalam keyakinan, tapi terbuka dalam perbedaan. Inilah sikap yang dibutuhkan siswa, guru, dan semua insan pendidikan hari ini.

Sekolah: Ladang Tumbuhnya Toleransi

Sekolah semestinya menjadi tempat paling aman untuk bertanya, berdiskusi, bahkan berbeda pendapat. Namun kenyataannya, masih ada narasi-narasi eksklusif yang menyusup ke ruang-ruang kelas: pelabelan "sesat", diskriminasi minoritas, atau pelarangan simbol agama tertentu. Ini gejala bahwa kita butuh paradigma baru: pendidikan yang menumbuhkan toleransi, bukan curiga.

Dengan menjadikan nilai-nilai moderasi—toleransi, anti-kekerasan, komitmen kebangsaan, dan penghargaan terhadap budaya lokal—sebagai bagian dari kurikulum dan praktik keseharian sekolah, kita sedang membangun benteng peradaban. Moderasi beragama bukan untuk melemahkan iman, tapi untuk menguatkan akhlak sosial.

Guru sebagai Agen Moderasi

Guru bukan hanya pengajar, tapi juga pendidik dan panutan. Moderasi beragama akan lebih kuat dampaknya jika diteladankan, bukan sekadar diajarkan. Guru yang terbuka terhadap pertanyaan kritis, yang menghargai latar belakang siswa, dan yang menghindari ujaran kebencian, akan jauh lebih efektif menanamkan nilai-nilai damai daripada sekadar memberikan nasihat.

Untuk itu, pelatihan guru tentang moderasi beragama perlu menjadi prioritas. Jangan hanya membebani guru dengan administrasi, tapi lengkapi mereka dengan perspektif yang membuat mereka mampu membimbing generasi yang kritis sekaligus humanis.

Mari Bangun Sekolah yang Mendidik dan Memanusiakan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline