Beberapa tahun terakhir, kata "layoff" semakin akrab di telinga kita.
Perusahaan raksasa teknologi yang dulunya menjadi simbol inovasi, ternyata tidak luput juga dari gelombang penghematan anggaran dan efisiensi tenaga kerja. Ironisnya, efisiensi itu berarti manusia digantikan oleh kecerdasan buatan (AI).
Ilustrasi Duolingo (Sumber: https://bdkjakarta.kemenag.go.id/)
Duolingo, aplikasi belajar bahasa yang terkenal dengan maskot burung hijaunya, bukan pengecualian. Banyak karyawan kreatif mereka harus angkat kaki karena sebagian pekerjaan kini diambil alih AI.
Bukan hanya di belakang layar, perubahan ini juga terasa di pengalaman pengguna. Kita sebagai para pelajar dan konsumen, tanpa sadar diarahkan untuk "melatih" AI memberikan data, masukan, bahkan koreksi agar sistem bisa menciptakan gambar, kode, audio, atau animasi yang lebih realistis dan mendukung pembelajaran.
Iklan Kreatif, Konsistensi Masih Jadi PR
Di sisi lain, Duolingo tetap piawai memainkan strategi marketing kreatifnya.
Maskpt Duolingo "Duo" Meninggal Dunia (Sumber: X/@duolingo)
Siapa yang ingat dengan kampanye digital yang menggemparkan itu ketika "Duo mati" karena kita berhenti belajar? Untuk menghidupkannya, kita harus kembali membuka aplikasi dan belajar bahasa. Iklan ini sukses mencuri perhatian jagat maya, membangkitkan rasa bersalah bercampur lucu, dan membuat jutaan orang kembali belajar. Kreativitas mereka patut diacungi jempol.
Namun setelah kita kembali, apakah kita benar-benar mau dan mampu belajar secara konsisten?