Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

"Never Let Me Go," Pengenalan Diri yang Mengubur Mimpi

Diperbarui: 16 Maret 2019   00:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://i.pinimg.com

Dalam penerbangan lanjutan dari Bandara Soekarno Hatta Tangerang-Banten menuju Bandara Sam Ratulangi Manado, menggunakan pesawat Boeing B737-800 NG milik maskapai Batik Air dengan Kapten Pilot Julian Nur, dan waktu tempuh perjalanan selama 3 jam, dengan ditemani sebuah film fiksi ilmiah berjudul Never Let Me Go.

Film ini mengangkat sebuah kisah dari sebuah novel fiksi ilmiah kategori best selling, diterbitkan pada tahun 2005, merupakan karya penulis Inggris kelahiran Jepang bernama Kazuo Ishiguro. Film ini diproduksi pada tahun 2010, disutradari oleh Mark Romanek.

Secara garis besar, alur film ini terbagi dalam tiga bagian besar plot, sebagaimana ditampilkan di layar media hiburan di depan mata, yakni:

a. Masa anak-anak di Hailsham, masa pada tahun 1878

Bagian ini berisi cerita tentang persahabatan Kathy, Ruth dan Tommy di sekolah bernama Hailsham. Mereka setiap hari diindoktrinasi oleh kepala sekolah sebagai para siswa pada sekolah yang spesial, karenanya mereka harus selalu tekun menjaga kesehatan.

Sekolah itu memang memastikan doktrin itu dengan mengontrol setiap siswa dengan ketat melalui sebuah gelang di pergelangan tangan para siswa yang dapat dipindai secara elektronik untuk memantau setiap pergerakan mereka. Para siswa juga diawasi dengan ketat menggunakan CCTV.

Adalah Miss Lucy, seorang guru yang paling akrab dengan anak-anak. Namun, ia akhirnya diberhentikan sebagai guru karena dianggap memprovokasi anak-anak dengan dorongan pertanyaan-pertanyaannya yang eksistensialis. Ia membuka wawasan anak-anak dengan pertanyaan terkait siapa sebenarnya mereka, dari mana mereka berasal, dan apa saja yang nanti akan mereka lakukan setelah dewasa. Kata Miss Lucy, mereka bisa saja kelak menjadi artis, penjaga supermarket, atau bisa menjadi hampir apa saja.

Sebaliknya, di kesempatan yang lain anak-anak itu tidak pernah tidak diindoktrinasi oleh kepala sekolah dan guru lainnya dengan sebuah pemahaman tunggal tentang siapa mereka dan apa yang harus mereka lakukan. Hanya sedikit sekali informasi setelah mereka bertambah dewasa tentang siapa sebenarnya mereka, dan hampir tidak ada gambaran jelas tentang menjadi siapa mereka nanti setelah dewasa.

Ini sedikit membingungkan bagi mereka yang masih kanak-kanak. Ada dua penjelasan yang berbeda dari orang-orang dewasa yang seharusnya bertanggung jawab membesarkan, mendidik, mengasihi, dan ikut bertanggung jawab memelihara mimpi mereka. Dari sini kita mungkin berpikir, kenapa tidak orang dewasa menggunakan kemampuan berpikirnya yang berkembang dengan kepolosan hati anak-anak? Tidakkah itu memungkinkan untuk menghadirkan sebuah dunia yang damai? Kenapa dunia orang dewasa harus dipenuhi oleh kenyataan yang menyedihkan dan bahkan terkadang horor?

Pada suatu hari, Madame Marry, seorang inspektur datang berkunjung ke Hailsham dengan kabar bahwa ia akan mengumpulkan lukisan-lukisan, puisi-puisi dan karya seni dari anak-anak sebagai bahan pengamatan atas perkembangan kejiwaan dan kepribadian anak-anak yang bersekolah di sana. Yang jelas, mereka harus "sehat."

Kathy adalah seorang anak yang baik, penyayang dan cenderung mengalah kepada teman-temannya. Sementara itu Ruth adalah seorang yang cenderung mendominasi diantara teman-temannya. Ia memiliki hasrat menguasai yang tinggi, sehingga terkesan agak egois. Sedangkan Tommy adalah adalah seorang anak laki-laki yang labil, akibat sering di-bully oleh teman-temannya. Tommy dipandang lemah oleh teman-temannya dalam seni dan olah raga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline