Lagu "With or Without You" milik U2 adalah salah satu mahakarya musik yang tak lekang oleh waktu, dirilis pada tahun 1987 dalam album legendaris The Joshua Tree. Lagu ini bukan sekadar lagu cinta---ia adalah narasi pilu tentang dilema eksistensial dalam sebuah hubungan, tentang terjebak dalam cinta yang menyakitkan namun tak juga bisa dilepaskan. Liriknya menyusup ke dalam ruang batin yang paling gelap dan jujur, tempat di mana seseorang bisa mencintai begitu dalam, namun juga menderita karenanya.
Dibuka dengan baris "See the stone set in your eyes / See the thorn twist in your side," Bono, sang vokalis, langsung menempatkan kita dalam lanskap emosional yang penuh luka. "Batu" di mata dan "duri" di sisi adalah metafora indah yang menggambarkan keindahan sekaligus penderitaan yang datang bersamaan dalam cinta. Cinta di sini bukan hanya manis; ia menyakitkan, ia menusuk, namun tetap ditunggu. Lalu ia menyusul dengan lirih, "I'll wait for you" --- kalimat yang terdengar lembut, namun sesungguhnya berat dan menyiksa.
Lagu ini dipenuhi kontradiksi. Ada cinta, tapi juga luka. Ada pengorbanan, tapi juga keinginan yang tak pernah terpenuhi. Dalam lirik "You give it all but I want more / And I'm waiting for you", kita dihadapkan pada hasrat yang tak kunjung puas. Ini bukan sekadar cinta tak berbalas, melainkan cinta yang telah diberikan sepenuhnya namun masih terasa kurang --- seolah jiwa kita menjadi jurang yang tak bisa dipenuhi.
Puncak emosional lagu terletak pada pengakuan paling manusiawi dan menyayat:
"I can't live with or without you."
Kalimat ini bukan hanya paradoks, tapi juga kenyataan pahit banyak hati yang mencintai terlalu dalam. Hidup bersamanya terasa menyiksa, namun tanpanya juga terasa hampa. Inilah cinta yang menjadi kutukan sekaligus candu, membuat kita bertanya-tanya: apakah kita sedang mencintai, atau sekadar ketagihan rasa sakit?
Ketika Bono menyanyikan, "My hands are tied, my body bruised / She got me with nothing to win and nothing left to lose," kita bisa merasakan betapa habisnya seseorang dalam mencintai. Tak ada kemenangan, dan bahkan kekalahan pun tak lagi berarti. Semua sudah hilang, tersisa hanya keberadaan yang terikat dan tubuh yang lebam, secara fisik maupun emosional.
Secara musikal, lagu ini sederhana namun magis. Denting gitar The Edge yang atmosferik mengalun perlahan, membentuk lanskap emosional yang luas, terbuka, dan tak terbatas---seperti hati yang mencoba terus memaafkan dan bertahan. Bass Adam Clayton yang berulang seperti detak jantung memberi kesan keabadian: cinta ini tidak selesai, tidak juga sembuh.
Cinta Kepada Dia dan Lagu Ini
Ada bagian dari diri saya yang terpantul jelas dalam lagu ini. Seperti Bono, saya pun mencintai seseorang yang mungkin tidak pernah benar-benar bisa saya miliki. Saya mencintainya dengan tangan terikat dan hati memar. Saya berusaha kuat, tapi tak bisa menyangkal bahwa saya sering bertanya pada diri sendiri: bisakah saya hidup tanpanya, atau bisakah saya hidup bersamanya?
Dia --- wanita yang selalu saya doakan, yang saya tunggu dalam hening malam, yang saya harap suatu hari akan berbalik dan melihat bahwa saya masih di sini. Tapi sejauh ini, jawabannya sama seperti gema dalam lagu ini: saya tetap di ambang, tak bisa bersamanya... tapi juga tak sanggup melepaskan.
Karena memang begitulah cinta yang sejati kadang-kadang: bukan tentang memiliki, tapi tentang bertahan dalam ketidakpastian.
Dan seperti "With or Without You", saya pun hidup dalam paradoks itu --- mencintai, bahkan ketika cinta itu terasa tak berpihak.
Selamat Pagi