Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Agung Nugroho

Asisten Peneliti

Cerpen: Merariq

Diperbarui: 21 Juni 2025   06:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cerpen: Merariq (Sumber: Unsplash)

"Saat cinta harus memilih jalan pulang yang tak lagi ditunggu, Ayu sadar, tak semua maaf bisa datang sebelum kehilangan."

Pagi masih basah oleh embun yang belum menyerah.

Daun-daun tembakau berkilau seperti sedang menyimpan rahasia.

Dan tanah, seperti biasa, diam saja. Tapi Ayu tahu: diam juga bisa bicara. Kadang lebih keras dari mulut siapa pun.

Ia datang lebih dulu hari itu.

Sendirian. Duduk di ujung gundukan, tepat di bawah pohon jambu kerdil yang jarang berbuah.

Rambutnya diikat seadanya. Kebaya lusuh. Wajahnya tidak minta dipuji. Tidak pula minta dikasihani.

Ia hanya ingin pagi membiarkannya diam sebentar.

Lalu Rizal datang. Tidak membawa apa-apa kecuali langkah yang sudah ia hapal.

Langkah yang pelan, tapi pasti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline