"Kenapa 4 pulau kecil di perbatasan Aceh dan Sumut bikin galau tingkat nasional, jangan-jangan ada "harta karun" yang bikin semua pihak ngotot punya?"
Pernah dengar soal "perebutan" pulau-pulau kecil yang bikin heboh antara Aceh dan Sumatera Utara? Iya, betul sekali! Bukan cuma soal batas wilayah di daratan, tapi kali ini gonjang-ganjingnya sampai ke lautan, melibatkan empat pulau mungil tapi bikin hati pilu. Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang. Kenapa sih pulau yang cuma sepetak kecil bisa bikin dua provinsi "berantem" sampai ke tingkat Presiden? Jangan-jangan, ada sesuatu yang lebih dari sekadar "batas" di sana, ya kan? Yuk, kita bedah bareng-bareng biar nggak cuma overthinking sendiri!
Pulau-Pulau Mungil, Ributnya Bikin Bising! Begini Ceritanya
Empat pulau cantik ini letaknya di perbatasan antara Aceh (tepatnya di Aceh Singkil) dan Sumatera Utara (Kabupaten Tapanuli Tengah). Sebenarnya, urusan sengketa batas wilayah ini bukan barang baru, lho. Mengacu pada CNN Indonesia, masalahnya bahkan sudah ada sejak zaman baheula, tepatnya tahun 1928, dan selalu jadi PR yang tak kunjung selesai. Konflik ini melibatkan banyak pihak dan sudah bolak-balik difasilitasi rapat di berbagai kementerian, tapi ya begitulah, buntu terus.
Puncaknya, Kemendagri atau Kementerian Dalam Negeri, datang dengan keputusannya yang bikin pihak Aceh "tersinggung". Dikutip dari Kompas.com, melalui Keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang sebelumnya sudah ada Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 dan 100.1.1-6117 Tahun 2022, Kemendagri menetapkan bahwa keempat pulau ini resmi masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Voila! Keputusan ini mulai berlaku April 2025. Tentunya ini bikin Aceh meradang dong!
Aceh Bersikeras Itu Hak Mereka, Pakai Dalil Sejarah dan Perjanjian Damai
Pihak Aceh tentu saja nggak terima begitu saja. Mereka punya senjata ampuh berupa bukti-bukti yang katanya nggak bisa dibantah. Aceh bersikukuh bahwa empat pulau itu mutlak milik mereka, berdasarkan historis, geografis, dan terutama perbatasan yang sudah jelas.
Dilansir dari Kompas.com, Jusuf Kalla (JK) menyampaikan beberapa hal penting di bawah ini.
Coba dengar ini:
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Aceh. Ini UU, lho, bukan cuma peraturan RT. Menurut Aceh, UU ini sudah jelas mengatur batas wilayah mereka.
- Perjanjian Helsinki (MoU Helsinki) tahun 2005. Nah, ini dia yang penting! Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), yang punya peran besar dalam perdamaian Aceh, tegas bilang kalau berdasarkan Perjanjian Helsinki, batas Aceh itu merujuk pada 1 Juli 1956. Artinya, ya empat pulau itu masuk Aceh dong! Menurut JK, keputusan Mendagri itu bisa dibilang "cacat formil" karena posisinya di bawah undang-undang. Ini kayak main catur, raja lawan pion, mana bisa seri.
- Pengelolaan De Facto. JK juga bilang, selama ini, secara nyata empat pulau itu dikelola oleh Aceh, bahkan sampai urusan pembayaran pajak pun lewat Aceh Singkil. Jadi, aneh kan kalau tiba-tiba dipindah tangan?
Bagi Aceh, ini bukan cuma soal wilayah, tapi juga harga diri dan masalah kepercayaan sama pemerintah pusat. Kalau begini terus, bisa-bisa bikin trauma lama bangkit lagi.
Sumut Mah Santai, Katanya Ikut Aja Apa Kata Pusat!
Sementara itu, Sumatera Utara lewat Gubernur Bobby Nasution, adem ayem saja dengan keputusan Kemendagri. Bobby bahkan membantah kalau Sumut itu "mencaplok" pulau. Menurutnya, urusan pindah-memindah pulau itu wewenangnya pemerintah pusat, bukan provinsi. Jadi, ya tinggal ikut saja apa kata Mendagri, beres.
Si Menteri Ikut Campur, Eh Malah Bikin Perang Aturan! Apa yang Kontra?
Jadi, masalahnya ada di mana, nih? Kelihatan banget kan, pangkal persoalannya ada di keputusan Kemendagri itu sendiri. Mendagri Tito Karnavian bilang keputusannya itu berdasarkan kesepakatan batas darat yang sudah ditandatangani empat pemerintah daerah terkait, termasuk Aceh. Konon, kalau dilihat dari batas darat, letak geografisnya memang di Sumut.