Lihat ke Halaman Asli

Tasya Amelia Auranisa

be an extraordinary is a must.

Penghasilan Tarif Tol Menurun Karena PSBB, Bagaimana Nasib PPP di Indonesia?

Diperbarui: 14 Mei 2020   12:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pandemi Covid-19 ini tengah berjaya membuat seluruh peradaban di dunia gusar dengan kehadiran nya. Angka penularan yang sangat cepat bertambah, menjadikan banyak kebijakan-kebijakan baru yang dilakukan. Tak terkecuali lembaga kesehatan dunia atau WHO (World Health Organization), yang tengah gencar melakukan dan menyuarakan program physical distancing. Kegiatan ini mengharuskan seluruh manusia untuk menjaga jarak fisik agar tidak saling bersentuhan maupun berdekatan, dengan tujuan sebagai pencegahan agar angka penularan Covid-19 ini tidak semakin meraja lela.

Kini, hampir seluruh manusia tengah mengkarantina diri di tempat tinggal masing-masing. Banyak aktivitas yang dialihkan dengan sistem online, baik itu aktivitas perkerjaan, pendidikan, bisnis, bahkan sampai pemerintahan. Semua sedang gencar melakukan perkerjaan dari rumah atau yang tengah marak dikenal dengan WFH (Work from Home). Namun, kegiatan ini belum mencapai penekanan maksimal terhadap angka kenaikan penularan Covid-19. Nyatanya masih banyak masyarakat yang beraktivitas di luar rumah, pemerintah mengkhawatirkan hal ini tentunya akan meningkatkan angka pasien Covid-19 di Indonesia.

Untuk itu, sejak pertengahan april tepatnya 10 April 2020, pemerintah mulai menerapkan dan menjalankan program kebijakan PSBB (Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar), kebijakan ini pertama kali dilakukan oleh daerah dengan angka pasien terbesar yaitu DKI Jakarta. Di awal rencana kebijakan ini akan ditetapkan selama 14 hari, namun angka penularan yang tidak menunjukkan penurunan membuat pemerintah memperpanjang kebijakan ini. Diketahui akhir-akhir ini daerah provinsi lain mulai mengikuti melakukan kebijakan PSBB ini, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,dll.

Kegiatan PSBB yang bertujuan agar dikuranginya intensitas aktivitas masyarakat di luar rumah, ada beberapa larangan yang diajukan antara lain adalah diberhentikannya sementara kegiatan belajar mengajar di sekolah dan di kantor, dilarangnya berkunjung ke fasilitas umum dan hiburan, dilarangnya berkumpul diatas 5 orang, sampai dengan dilarangnya untuk melakukan kegiatan mudik tahun ini.

Berkurangnya intensitas aktivitas ini akan sangat mempengaruhinya angka penggunaan infrastruktur public yang telah disediakan pemerintah. Salah satunya adalah infrastuktur jalan tol. Minimnya kendaraan yang berlalu lintas menggunakan jalan tol mengakibatkan penghasilan dari tarif jalan tol berkurang dengan kisaran 40% hingga 60%.

Menurut Sekjen Asosiasi Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono, situasi dan kondisi saat ini merupakan unprecedented event. Penurunan trafik ini menggerus pendapatan dan kemampuan arus kas operator infrastruktur untuk memenuhi berbagai kewajibannya.

Infrastruktur jalan tol ini selain berfungsi menjadi public good juga berfungsi sebagai instrument politik pemerintahan. Karena berdasarkan dengan paradigma dan hasil riset disimpulkan bahwa infrastruktur jalan tol termasuk ke dalam resilient business. Yang memiliki arti bahwa infrastruktur ini memiliki ketahan di dalam dan terhadap krisis apapun, ya termasuk di kala krisis yang disebabkan pandemic ini. Tapi, semakin hari semakin keliatan paradigma mengenai infrastruktur jalan tol ini diputar balikkan oleh keadaan yang semakin diserang oleh pandemic ini.

Infrastruktur jalan tol ini seharusnya telah menjadi tanggung jawab yang besar bagi pemerintahan, karena pengerjaan dan pembangunan jalan tol merupakan kolaborasi antara anggaran APBN dengan BUMN dan pihak swasta yang sering sekali kita kenal dengan PPP (Public Private Partnership) atau biasa disebut dengan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KBPU).

Public Private Partnership (PPP) adalah skema penyediaan infrastruktur publik yang melibatkan peran pihak swasta. PPP pertama kali diatur dalam Peraturan Presiden 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Peraturan tersebut diperbaharui dengan disahkannya Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang KPBU (Perpres 38/2015).

Dalam skema PPP, pemerintah dan swasta dapat saling berbagi tanggung jawab dan risiko. Pihak pemerintah akan merencanakan pembangunan infrastruktur publik. Sedangkan, peran pihak swasta adalah sebagai penyedia dan pengelola infrastruktur publik selama jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Biasanya model bisnis ini memiliki batas waktu, selama 25 tahun, 30 tahun, sampai maksimal 50 tahun periode konsesi. Bantuan dari pihak swasta dapat menekan pengeluaran APBN maupun APBD dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur. Sehingga pemerintah dapat memanfaatkan APBN maupun APBD untuk menjalankan program lain yang mendorong pertumbuhan ekonomi.

Nah, di dalam kasus penurunan penghasilan tarif jalan tol yang diakibatkan pandemic Covid-19 ini diharapkan pemerintah tetap menjaga pendapatan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) ke depannya. Mengingat investor swasta atau skema KBPU atau PPP sedang mengalami collaborative inertia yaitu, kelembaman kolaboratif akibat berbagai anteseden dan pressure proyek yang belum tuntas, model bisnis yang belum terbukti, serta isu keseimbangan kapasitas kolaboratif baik di sisi pemerintah maupun swasta nasionalnya. Kelebihan lain dari skema KPBU ini adalah pihak swasta dipandang memiliki sumber daya yang berkualitas dan mumpuni sehingga dapat mewujudkan pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline