Lihat ke Halaman Asli

Tabrani Yunis

TERVERIFIKASI

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Menggerakkan Guru Berperan Aktif Membangun Gerakan Literasi di Tengah Keprihatinan dan Kegalauan

Diperbarui: 2 Desember 2021   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gerakan literasi di sekolah. Foto: KOMPAS.com/Teuku Muh Guci S 

Oleh Tabrani Yunis
 
Semakin hari, semakin banyak orang atau pihak yang merasa galau dan prihatin dengan persoalan rendahnya minat baca, rendahnya daya dan budaya membaca masyarakat kita, baik di lembaga-lembaga pendidikan di semua level, maupun di kalangan masyarakat umum, bahkan termasuk para pendidik. 

Bukan hanya prihatin, tetapi juga memalukan, bila dibanding dengan kemampuan dan budaya literasi di negeri orang lain, bahkan dengan Negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapore, Thailand, Philippine, dan lain-lain. 

Rasa malu dan prihatin tersebut muncul ketika disebutkan bahwa budaya literasi bangsa Indonesia jauh tertinggal di belakang. Sebab, bila merujuk pada hasil riset yang dikeluarkan oleh UNESCO yang menempatkan kemampuan literasi Indonesia berada pada posisi ke 60 dari 61 negara. Ini beberapa tahun lalu. Bagaimana dengan saat ini?

Selain data UNESCO tersebut, tentu pula  banyak data lain yang menjelaskan betapa rendahnya budaya literasi bangsa kita, yang berdampak besar terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia yang jumlahnya sudah lebih kurang 270 juta jiwa ini. 

Secara kuantitas membanggakan, namun secara kualitas membuat bangsa ini kelak bagaikan buih yang terapung-apung di atas air. Maka, wajar kalau kian banyak orang atau pihak, termasuk pemerintah yang merasa galau dan prihatin terhadap persoalan kemampuan literasi anak negeri ini. Sekali lagi, itu adalah kondisi sebelum pandemi.

Nah, bagaimana pula dengan kondisi saat ini, di tengah gegap gempitanya penggunaan gadget pada semua strata dan usia? Apakah dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang menyediakan banyak sumber bacaan itu, minat membaca masyarakat kita di semua lini semakin meningkat? 

Bagaimana pula kondisi minat membaca masyarakat kita di tengah hempasan gelombang bencana pandemi Covid 19 yang banyak membunuh atau yang sangat disruptif ini? Pasti semakin parah, bukan?

Bisa jadi semakin parah, karena bila kita melihat realitas pada diri kita, pada anak-anak kita, keluarga kita serta di tengah masyarakat kita saat ini, semua terlena dengan gadget yang penuh dengan muatan -muatan yang bersifat hiburan atau entertainment yang menguras semua perhatian. 

Walau Idealnya gadget dengan fasilitas Internet tersebut menyediakan segala macam bacaan yang tidak kalah menarik, karena disajikan dengan teknologi tinggi. Namun, bila kita kaji lebih dalam, apakah seluruh pengguna gadgets tersebut membaca dan meningkat minat membaca mereka?
Tampak tidak. Oleh sebab itu, perlu dilakukan survei atau sejenisnya.

Hal ini perlu dilakukan, sebab banyak pula pihak yang mengatakan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa minat membaca atau daya Baca masyarakat kita rendah saat ini itu keliru. Dikatakan demikian karena dalam penilaian pihak ini, cara membaca  kaum  milenial berbeda dengan generasi X atau generasi baby boomers.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline