Lihat ke Halaman Asli

Syoki Maulana

MAHASISWA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Potensi technopreuner pada kurikulum solusi mengatasi peningkatan angka pengangguran di indonesia

Diperbarui: 29 Juli 2025   01:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tingginya angka pengangguran, terutama di kalangan lulusan perguruan tinggi, menjadi tantangan serius bagi Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah ketimpangan antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan dunia kerja yang terus berkembang, terutama di era digital. Dalam konteks ini, penguatan technopreneurship (technopreneur) dalam kurikulum perguruan tinggi menawarkan solusi yang relevan dan berkelanjutan.

1. Menciptakan Lulusan yang Mandiri dan Inovatif

Dengan mengintegrasikan technopreneur dalam kurikulum, mahasiswa dibekali kemampuan untuk mengembangkan ide bisnis berbasis teknologi. Mereka tidak lagi bergantung pada lapangan kerja formal, tetapi mampu menciptakan solusi digital yang menjawab kebutuhan pasar, bahkan di tingkat lokal. Technopreneurship mendorong mahasiswa menjadi pencipta lapangan kerja, bukan hanya pencari kerja.

Contohnya, mahasiswa bisa menciptakan aplikasi untuk digitalisasi sektor pertanian, logistik desa, platform edukasi lokal, atau jasa kreatif digital. Inisiatif semacam ini mampu menyerap tenaga kerja baru dan membuka potensi ekonomi di berbagai daerah.

2. Adaptif terhadap Perubahan Dunia Kerja

Dunia kerja kini menuntut keterampilan digital, kreativitas, dan kemampuan problem solving yang tinggi. Dengan pendekatan technopreneur, mahasiswa dipersiapkan untuk menghadapi disrupsi teknologi dan tren industri 4.0. Mereka tidak hanya dilatih membuat produk atau jasa digital, tetapi juga memahami ekosistem startup, riset pasar, pengembangan produk minimum (MVP), hingga pemasaran digital.

Ini menjadikan lulusan perguruan tinggi lebih adaptif, tidak mudah tergilas perubahan, dan mampu menciptakan peluang kerja di tengah perubahan ekonomi global.

3. Menggerakkan Ekonomi Lokal dan Mengurangi Ketimpangan Wilayah

Technopreneurship tidak terbatas pada kota besar. Jika dikembangkan dengan serius, technopreneur dapat menjadi penggerak ekonomi di daerah tertinggal, seperti wilayah pedesaan dan pelosok Indonesia. Mahasiswa yang kembali ke daerah asal dapat mengembangkan usaha digital berbasis potensi lokal seperti pertanian, perikanan, pariwisata, atau kerajinan, yang terhubung ke pasar nasional maupun internasional melalui teknologi.

Ini akan memperluas lapangan kerja di daerah dan mengurangi migrasi ke kota besar, yang sering kali justru memperburuk pengangguran di perkotaan.

4. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Digital Nasional

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline