Lihat ke Halaman Asli

Hua Guofeng sang Penenang yang Tersingkir

Diperbarui: 8 Juni 2022   18:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Hua Guofeng membacakan Eulogi pada upacara berkabung Mao Tse Tung, 18 September 1976. Sumber: Getty Images

Siang itu pada pada 18 September 1976, sembilan hari  setelah kematian Mao Tse Tung, diadakan upacara terakhir hari berkabung meninggalnya sang Ketua Partai Komunis Tiongkok (PKT), sekaligus pemimpin tertinggi republik komunis itu. Seorang pria paruh baya berambut cepak membacakan sebuah pidato memorial dihadapan ribuan massa yang berkumpul di lapangan Tian'anmen. Lelaki itu bernama Hua Guofeng. Hua membacakan sebuah pidato yang isinya antara lain; memuji jasa-jasa Mao, dan seraya meneriakan untuk terus  menempuh garis pemikiran Maoisme, sebuah pemikiran komunisme radikal ala Stalin yang dimodifikasi dengan perjuangan petani khas Tiongkok. Hua mendapat kesempatan berbicara dalam eulogi itu, karena ia adalah putera mahkota PKT. Ia ditunjuk langsung oleh Mao sebagai penerus ketua PKT, sekaligus menjadi kepala negara Tiongkok merah. Hal tersebut terjadi karena Marsekal Lin Biao, yang merupakan pewaris utama kepemimpinan, tewas karena kecelakaan pesawat pada 1971 di Mongolia, setelah peristiwa kudeta gagal yang dilakukan oleh kliknya.

Hua Guofeng sendiri bukanlah nama asli, ia terlahir dengan nama Su Zhu pada 16 Februari 1921. Sebagaimana seorang "revolusioner" komunis di Tiongkok pada masa itu, ia mengambil nama samaran yang diambil dari kata; Zhonghua Kangri Jiuguo  Xiangfengdui (Kelompok Pelopor Penolong Negara Tiongkok Melawan Jepang).  Hua bergabung ke PKT pada 1938, setelah Tiongkok dikuasai komunis ia pindah ke Hunan, karirnya segera naik ketika ia diangkat menjadi  sekretaris partai di Xiangtan, yang wilayahnya mencangkup daerah Shaoshan, kampung halaman Mao. Ketika sang Ketua mengunjungi kampung halamannya pada medio 1950-an, ia terkesan karena terdapat balai peringatan untuk mengingat jasa Mao pada masa perjuangan dulu. Balai peringatan itu dibangun oleh Hua Guofeng. 

Pada 1959 diadakan konferensi partai di Lushan, Mao Tse Tung, sang ketua PKT yang merangkap kepala pemerintahan negara (sejenis Presiden di negara demokrasi) dikritik habis-habisan oleh anggota senior lainnya akibat kegagalan program "Lompatan Jauh ke Depan", sebuah program industrilisasi yang dipaksakan, dan berakibat kelaparan hebat serta puluhan juta rakyat Tiongkok mati. Hua Guofeng sendiri berdiri membela Mao dari gempuran kesalahan yang diarahkan pada sang Ketua. Konferensi itu menghasilkan keputusan, Mao dibebas tugaskan dari jabatan Presiden negara, tetapi tetap menjabat sebagai Ketua Partai. Kendali pemerintahan dipegang Liu Shaoqi dan Deng Xiaoping. Atas kesetiaan Hua, ia dijadikan anggota penuh Komite Pusat PKT (Komite yang berfungsi sebagai penentu kebijakan partai dan Tiongkok secara umum). Segera ia menjadi bagian dari inner circle Mao. Pada masa Revolusi Kebudayaan, ia terus mendukung kebijakan Mao.

Pada 1971, sebuah percobaan kudeta dilakukan Marsekal Lin Biao, wakil ketua PKT dan penerus Mao Tse Tung, rencana kudeta itu terendus Mao dan gagal. Sang Marsekal yang juga menteri pertahanan mencoba melarikan diri dengan pesawat. Naas, pesawat yang ditumpanginya jatuh di daerah Mongolia, dan Lin tewas. Setahun kemudian untuk mengimbangi kekuatan Uni Soviet yang saat itu bermusuhan dengan RRT, Mao menormalisasi hubungan dengan Amerika Serikat. Karena tersingkirnya kekuatan Lin Biao, Jiang Qing  istri Mao yang merupakan pendukung fanatik Revolusi Kebudayaan menjadi sangat berkuasa. Untuk mengimbangi kekuatan radikal kiri Jiang Qing, Mao menarik kembali Deng Xiaoping kembali ke pemerintahan. Deng ialah seorang pemimpin reformis dan penganut ekonomi pasar bebas yang tersingkir karena Revolusi Kebudayaan di gulirkan pada 1966, sebuah gerakan pemurnian komunis dari ekonomi pasar, dan mencegah terjadi liberalisasi budaya. Segera Deng diangkat sebagai wakil Perdana Menteri Tiongkok, wakil dari Zhou Enlai. Kedua orang tersebut mencoba untuk memodernisasi Tiongkok, salah satu cara ialah dengan membuka kemungkinan kerjasama dengan negara-negara barat dan membuka pasar bebas. Sehingga ada dua faksi dalam PKT, faksi kanan Deng Xiaoping dkk. dan faksi radikal kiri Jiang Qing. Posisi Hua sendiri tetap menjadi "murid" setia Mao pada saat itu.

Mao Tse Tung dan Hua Guofeng, Sumber: alamy

Pada Januari 1976, Perdana Menteri Zhou Enlai meninggal. Ribuan massa memadati pemakamannya. Bahkan berbulan-bulan kemudian, massa tetap memperingati kematian Zhou, sambil meneriakan kegagalan Revolusi Kebudayaan dan mendukung kebijakan Deng Xiaoping. Pada 4 April 1976 massa kembali berkumpul tetapi dihalang-halangi oleh polisi, mereka pun semakin beringas. Melihat kejadian itu, Hua melapor kepada Mao, yang tengah sakit. Segera sang Ketua murka, ia memberangus massa tersebut, dan melarang segala bentuk peringatan dengan teror, ribuan orang ditangkap dan beberapa diketahui tewas. Deng dikeluarkan dari partai, pada bulan yang sama Hua diangkat menjadi wakil ketua utama, dan ditetapkan sebagai penerus Mao sekaligus Perdana Menteri. Sang ketua yang kesehatannya terus menurun membisikan kata-kata: "dengan adanya kau yang memegang kendali, aku merasa tenang". 

Hua sendiri diharapkan dapat menjembatani antara faksi kanan dan radikal kiri saat itu. Tetapi kejadian yang akan datang akan merubah perjalanan sejarah Tiongkok.  Ketika Mao wafat pada September 1976, segera Hua menjadi penggantinya. Ia memerintah pada usia 55 tahun, dan menjadi yang termuda pada kepemimpinan PKT, pada saat itu anggota elite partai berusia 70-80-an tahun. Hua mendapat oposisi berat dari kelompok radikal kiri Jian Qing dkk. yang terkenal dengan julukan Gang of Four. Kelompok tersebut ingin melanjutkan Revolusi Kebudayaan yang membuat ekonomi Tiongkok kacau. Untuk menjegal Jian Qing, pada Oktober 1976  Gang Of Four ditangkap. Praktis dalam kepemimpinan PKT menyisakan kelompok Hua sendiri dan kelompok pro Deng Xiaoping. Hua sendiri walaupun dikenal cukup moderat, tetap menjadikan ajaran Mao sebagai haluan negara. 

Melalui ajaran "dua apapun": apapun yang Mao Tse Tung katakan, dan apapun yang Mao Tse Tung lakukan, Hua tetap menjadikan ajaran Maoisme sebagai haluan Tiongkok. Pada tubuh PKT, orang-orang Deng menolak kebijakan itu. Pada 1977, orang-orang Deng yang dipimpin Hu Yaobang, mengkonsolidasi kekuatan, dan Deng kembali masuk ke PKT. Posisi Hua Guofeng goyah, ia saat itu pemimpin muda yang tak berpengalaman menghadapi kelompok Deng yang merupakan veteran Revolusi Tiongkok. Segera pada 1978, Deng Xiaoping dkk. memperkenalkan kebijakan ekonomi Tiongkok baru, dan meninggalkan ajaran Maoisme.

Kepemimpinan Hua Guofeng sebagai ketua PKT sejak 1978, dapat dikatakan hanya sebagai simbol, ia tidak mampu mencegah Deng mengambil kebijakan negara. Situasi tersebut bertahan hingga 1981; pada 1980 ia diberhentikan menjadi Perdana Menteri, pada 1981 melalui Kongres Rakyat Nasional Tiongkok ke-5, ia mengundurkan diri dari Ketua Partai dan digantikan oleh anak didik Deng,  Hu Yaobang. Hua Guofeng sendiri tetap menjadi anggota PKT tetapi ia tidak aktif hingga akhir hayatnya pada 2008. Kepemimpinan Hua Guofeng yang singkat merupakan masa transisi dari ekonomi corak komunis/ Maois yang terbukti gagal, menjadi ekonomi terbuka yang terarah yang mampu membawa Tiongkok sebagai raksaksa dunia saat ini.

(Dihimpun dari berbagai sumber)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline