Lihat ke Halaman Asli

Kehidupan Tersembunyi di Kolong Jalan Tol Angke

Diperbarui: 11 Januari 2023   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kehidupan di bawah jalan Tol Angke merupakan persoalan lama di Jakarta Barat. Kehidupan masyarakat yang serba kekurangan di kawasan tersebut seolah tak menuai sorotan pemerintah meski sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

Jalan Tol Angke 2 Jelambar, Jakarta Barat merupakan salah satu jalan tol yang dihimpit oleh Kali Grogol. Adanya kehidupan tersembunyi di bawah jalan tol tersebut merupakan bukti sisi gelap dari gemerlapnya kehidupan perkotaan di Jakarta.

Di bawah kolong tol, terdapat salah satu sekolah non formal yaitu Sekolah Pondok Domba yang dibangun saat Kalijodo digusur, dengan bantuan guru-guru relawan dari Jakarta untuk mengajar disana. Selain sekolah, ada pula Gereja Ciwawa sebagai tempat ibadah yang mereka yakini.

Halimah---bukan nama sebenarnya, merupakan warga yang sudah tinggal di bawah kolong tol selama 56 tahun, mengungkapkan dulunya Jalan Tol Angke ini adalah rawa-rawa yang kemudian di bangun pemukiman penduduk. Namun setelah itu, digusur dan dibangunlah jalan tol. 

Ia menambahkan, akses masuk ke kolong tol yang sulit bagi orang dewasa karena perlu menundukan kepala. Kumuhnya tempat tinggal tersebut, ujar Halimah, sudah menjadi makanan sehari-hari bagi warga yang tinggal disana.

Wati, seorang warga yang telah lama menempati kolong tol selama 20 tahun mengatakan sulitnya mendapatkan air bersih untuk mandi cuci dan kakus menjadi salah satu keluhan masyarakat di sana. "Untuk air kita beli pikulan ke orang, yang jual itu ngambilnya di Petak Kodok," ucap Wati, Minggu (6/10).

Lanjut, Wati mengatakan mereka ingin beralih dari tempat tersebut namun terhalang secara finansial. Bahkan, ujarnya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun kesulitan. "Kalau berniat pindah sebenarnya mau, cuma terkendala keuangannya karena suami saya kerja untuk kebutuhan sehari-hari saja," tutur Wati, Minggu (6/10).

Wati sendiri menjelaskan, dahulu pemerintah pernah menawarkan masyarakat setempat untuk pindah ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Marunda. Namun, ucap Wati, hanya beberapa orang saja yang mengikuti imbauan tersebut karena masih banyak warga yang belum mampu membayar tagihan di tempat tersebut.

Pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Direktorat Jenderal Bina Marga dengan Pihak Jasa Marga sendiri telah memberikan larangan untuk masuk dan memanfaatkan wilayah tersebut.

Tertulis dalam papan nama proyek bahwa terdapat ancaman pidana bagi siapa saja yang masuk dan memanfaatkan tanah tersebut dengan ancaman pidana Pasal 167 ayat 1 dihukum 9 bulan penjara, Pasal 389 dihukum 2 tahun 8 bulan penjara dan Pasal 551 dihukum denda.

Reporter: SA

Editor: Aisyah Fitriani Arief

Tahun 2022




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline