Lihat ke Halaman Asli

Syahiduz Zaman

TERVERIFIKASI

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

AI Bijak, Mungkinkah?

Diperbarui: 22 September 2025   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi AI bijak. (Gambar dibuat dengan AI)

Beberapa ilmuwan kini sibuk membicarakan Artificial Wisdom: gagasan bahwa kecerdasan buatan (AI) suatu saat bukan hanya pintar, tapi juga bijak. Mereka membayangkan robot yang bisa menimbang moral, memberi nasihat penuh empati, bahkan jadi penasehat hidup.

Kedengarannya indah. Tapi mari kita berhenti sejenak: benarkah itu mungkin? Atau sekadar khayalan canggih?

AI sudah terbukti pintar. Ia bisa mengalahkan manusia di catur, menerjemahkan bahasa asing, bahkan menulis esai yang membuat guru terkecoh. Tapi bijak itu lain.

Orang bijak bukan hanya tahu jawaban, tapi tahu kapan harus menjawab, bagaimana menyampaikan, dan dampak apa yang akan ditimbulkan. Ia menimbang perasaan, nilai, dan kepentingan yang sering bertabrakan.

Pertanyaan kritisnya:
Apakah mesin yang hanya memproses data bisa sungguh-sungguh mengerti perasaan manusia? Atau sekadar menirunya dengan gaya meyakinkan?

Tiga Masalah Besar

  1. Apakah AI bijak harus selalu bersama manusia?
    Sebagian peneliti bilang: AI hanya bisa bijak kalau dipasangkan dengan manusia, seperti asisten atau "coach bijak". Tapi ada juga yang bermimpi AI bisa bijak sendiri. Masalahnya, bukankah "kebijaksanaan" justru lahir dari pengalaman hidup, penderitaan, dan keputusan nyata di dunia? Bagaimana mesin bisa mengalami itu?

  2. "Dunia yang lebih baik" untuk siapa?
    Banyak tulisan bilang tujuan AI bijak adalah membantu menciptakan dunia yang lebih baik. Kedengarannya luhur. Tapi, bukankah manusia sendiri tidak pernah sepakat apa itu "lebih baik"? Dunia yang lebih baik bagi satu kelompok, bisa jadi bencana bagi kelompok lain. AI yang "bijak" akan memihak siapa?

  3. Apakah kebijaksanaan butuh kecerdasan tingkat dewa?
    Ada yang menyamakan AI bijak dengan AGI (Artificial General Intelligence), mesin yang bisa berpikir seluas manusia. Ada juga yang bilang kebijaksanaan justru bagian dari jalan menuju AGI. Tapi, kalau kebijaksanaan memang butuh kesadaran, pengalaman, dan nilai-nilai hidup, bukankah itu sesuatu yang tak bisa dicapai hanya dengan menumpuk data?

Bahaya Menyembah "AI Bijak"

Ada risiko besar kalau kita terlalu percaya pada gagasan AI bijak. Pertama, kita bisa jadi malas berpikir: menyerahkan pertanyaan moral pada mesin. Kedua, ada peluang manipulasi: AI bisa dikendalikan oleh pihak yang mengatur nilai-nilainya. Ketiga, kita mungkin mengabaikan kenyataan bahwa kebijaksanaan manusia lahir dari konflik, penderitaan, dan pilihan sulit---hal-hal yang justru tak dialami oleh mesin.

Bukankah berbahaya kalau suatu saat orang lebih percaya nasihat "AI bijak" ketimbang suara hati mereka sendiri?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline