Lihat ke Halaman Asli

Dudih Sutrisman

Pegiat Bidang Pendidikan, Sosial, Politik, Budaya, dan Sejarah

Bahasa Ibuku adalah Bahasa Daerahku

Diperbarui: 5 Desember 2018   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Oleh Dudih Sutrisman, S.Pd.

Wilayah Indonesia yang terdiri atas kurang lebih 13.000 pulau, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote memiliki keanekaragaman suku, ras, agama dan kebudayaan yang berbeda, namun itu semua menjadi penguat identitas nasional sebagai sebuah Nation

Koentjaraningrat (1998, hlm. 5), menyebutkan bahwa salah satu unsur kebudayaan adalah Bahasa. Jawa Barat memiliki tiga bahasa daerah yang diakui dan diatur dalam Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 5 tahun 2003 yang kemudian diubah dalam Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 14 tahun 2014 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Daerah, bahasa daerah yang dimaksud adalah Bahasa Sunda, Bahasa Cirebon dan Bahasa Melayu Betawi. 

Bahasa Daerah berdasarkan peraturan daerah tersebut memiliki pengertian sebagai bahasa yang digunakan secara turun temurun oleh Warga Negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Istilah turun temurun mengandung arti bahwa bahasa tersebut diwariskan dengan pola orang tua ke anak dan seterusnya. 

Hal demikian erat kaitannya dengan definisi Bahasa Ibu, sebagaimana dipaparkan oleh Ali (1995, hlm. 77) yang mengatakan bahwa bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikenalkan dan dikenali kepada anak oleh orang tuanya dalam kehidupan keluarganya.

Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini banyak orang tua yang mengenalkan bahasa pertama kepada anaknya dengan menggunakan bahasa lain selain bahasa daerah. Hal ini disinyalir terjadi sebab anak-anak yang lahir pada generasi milenial banyak yang kurang memahami bahasa daerahnya, sebab mereka hanya diajarkan bahasa daerah di sekolah saja, sedangkan di lingkungan keluarganya bahasa daerah tidak dipergunakan. 

Hal tersebut menurut penulis diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu sama lain yakni, 

(1) pengaruh bahasa mayoritas, bahasa mayoritas yang saat ini dipergunakan oleh masyarakat pada umumnya adalah bahasa resmi nasional negara kita, bahasa Indonesia. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam lingkungan terkecil (keluarga) tidak diimbangi oleh penggunaan bahasa daerahnya. 

(2) kondisi masyarakat penuturnya yang dwi bahasa atau bahkan banyak bahasa, dalam artian seorang penutur mampu menggunakan dua bahasa atau lebih, namun posisinya adalah lebih mengutamakan bahasa nasional dan bahasa internasional, bahasa daerah ditempatkan prioritasnya setelah dua jenis bahasa tersebut 

(3) faktor globalisasi atau kesejagatan, hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong masyarakat untuk berinteraksi dengan menggunakan bahasa yang dapat menjadi alat komunikasi secara internasional, dengan kata lain adalah bahasa Inggris. 

Banyak orang tua yang kini mendorong bahkan menuntut anaknya untuk menguasai bahasa Inggris dibanding bahasa daerahnya, hal ini secara perlahan mempengaruhi persentase pemakaian bahasa daerah seorang penutur menjadi lebih kecil karena tergeser oleh bahasa Inggris yang persentase penggunaannya lebih besar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline