Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat

Setelah Putusan MK, Siapa yang Akan Menjadi Oposisi?

Diperbarui: 29 Juni 2019   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Geotimes

Hanya berselang satu hari, setelah Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai pemenang pilpres 2019, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto secara resmi membubarkan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur yang mendukungnya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Keputusan tersebut diambil melalui rapat internal bersama lima sekjen parpol dan sejumlah petinggi partai lainnya di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).

"Sebagai sebuah koalisi yang mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden di dalam Pemilihan Umum Presiden 17 April yang lalu, tugas Koalisi Adil dan Makmur dianggap selesai," ujar Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani saat memberikan keterangan pers di media center pasangan Prabowo-Sandiaga, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).

"Oleh karena itu sejak hari ini beliau (Prabowo) menyampaikan ucapan terima kasih dan Koalisi Adil Makmur selesai," ucap Muzani.

Dalam rapat tersebut Prabowo mengembalikan mandat dukungan sebagai pasangan capres-cawapres ke masing-masing partai politik.
Sebab, MK telah memutus perkara sengketa hasil Pilpres 2019 dengan menolak seluruh dalil permohonan yang diajukan oleh tim hukum Prabowo-Sandiaga.

Pertanyaannya, apakah setelah koalisi dibubarkan, lima parpol akan tetap menjadi oposisi bagi pemerintahan yang dimenangkan oleh MK? Atau sebaliknya, semua parpol justru akan ikut-ikutan merapat ke pihak Jokowi?

Andai tidak ada lagi parpol yang menjadi oposisi, maka akan bahaya bagi jalannya pemerintahan. Tidak ada partai yang akan kritis dan mengkritisi biduk rumah tangga pemerintahan Republik Indonesia. 

Rakyat adem ayem

Bahkan setelah MK memutuskan menolak semua gugatan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, rakyat saja sepertinya menjadi adem ayem.

Apakah sikap adem ayem ini karena berbesar hati Jokowi dimenangkan oleh MK? Atau sikap adem ayem ini mengarah kepada sejenis sikap antipati sebagian rakyat khususnya pendukung paslon 02, karena setelah meraskan adanya pilpres yang curang secara terstruktur, tersistem, dan masif (TTM) memang benar-benar TTM Karena memang sulit dibuktikan dan MK juga memihak ke pihak terkait dan termohon.

Terlebih, rakyat juga bertanya, mengapa sidang MK ekspres, namun bersifat final dan mengikat? Tidak ada lagi banding hingga kasasi? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline