Lihat ke Halaman Asli

Sejarah Perlawanan di Poso

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Poso,,, tak pernah berhenti dari kisah kekerasan dan perlawanan. Poso, sebuah kota tua di Sulawesi Tengah yang telah memekarkan banyak kabupaten di Sulteng bagian timur seperti Kabupaten Banggai, Morowali dan Tojo Una-Una. Sebagai Kota Tua, Poso memiliki sejarah panjang yang pahit mulai dari pemberontakan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui pergerakan Perjuangan Rakyat Semesta.

Permesta di proklamirkan pada tanggal 2 Maret 1957 di Makassar oleh Pj. Panglima Tentara Terotorium VII/Wirabuana  Letkol H.N. Vence Samuel. Gerakan tersebut mendapat dukungan para perwira militer dan para tokoh politik Sulawesi untuk memisahkan diri dari pemerintah pusat. Diantara perwira TNI-AD yang mendukung Permesta adalah Letkol Inf. Saleh Lahade dan Letkol Inf. Andi Matalata.

Surya Lasni wartawan senior Sulteng dalam buku yang ditulisnya berjudul “Kepemimpinan Sulawesi Tengah” menyebut. Alasan mendasar yang melatar belakangi di proklamirkan Permesta itu antara lain ketika pemerintah pusat dinilai menganak tirikan pembangun diwilayah timur Indonesia  khususnya wilayah Sulawesi termasuk persoalan internal di TNI.

Poso sendiri oleh Permesta dijadikan basis kekuatan Permesta di Sulawesi untuk melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara pemerintah pusat mengingat Poso oleh para pendiri Permesta dinilai merupakan wilayah paling strategis yang berada ditengah Pulau Sulawesi dan memiliki medan pertempuran menantang.

Singkat cerita, perlawanan bersenjata Permesta dan pasukan TNI kala itu banyak memakan korban jiwa baik dari TNI, kelompok Permesta termasuk korban jiwa para pemuda yang tergabung dalam organisasi Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah (GPST) yang awalnya digerakan untuk melakukan perlawanan terhadap kelompok Permesta. Namun, belakangan oleh TNI dibawah pasukan Brawijaya beberapa pemuda GPST ditembak mati. Menurut catatat para orang tua di Poso, sejarah pembunuhan para pemuda tersebut masih kabur, apakah kemudian mereka membelot jadi pengikut Permesta atau tidak.

Tulisan ini hanya sebaris sejarah tentang Poso dari tebalnya kisah Poso yang hingga kini masih mencatatkan kisahnya dengan tinta darah dan air mata. Rentetan kekerasan Poso dalam lima belas tahun terakhir ini hendaknya tidak diliat diatas pemukaan saja bahwa di sana ada penembakan, peledakan bom, bom bunuh diri dan tumbuhnya kelompok-kelompok radikal yang kemudian di sikapi oleh polisi atau tentara dari Jakarta dengan cara-cara yang sama, tembak, bunuh dan habisi kemudian pergi begitu saja meninggalkan dendam.

Pemerintah pusat harus bijak melihat Poso sebagai bahagian wilayah Indonesia. Untuk menyelesaikan Poso, pemerintah harus melihat akar dari masalah Poso khususnya kesenjangan dan ketidak-adilan yang dialami masyarakat di wilayah Timur. Dibeberapa belahan dunia terbukti, cara-cara bersenjata melawan rakyatnya sendiri tidak akan menyelesaikan masalah justru cepat atau lambat dapat menumbuhkan perlawanan yang berbahaya bagi keutuhan Negara Republik Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline