Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) IV 2020-2024 tentang konektivitas dan aksesibilitas antar wilayah, pemerintah menetapkan 7 agenda pembangunan, salah satunya tentang infrastruktur, kaitanya dengan konektivitas transportasi serta aksesibiltas daerah. Dalam RPJMN pemerintah berencana akan "Memperkuat Infrastruktur untuk mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar".
Konektivitas transportasi laut berupa penguatan konektivitas melalui keterpaduan rute pelayaran nasional dan fokus pada pengembangan jaringan tol laut untuk mendukung pengembangan ekonomi wilayah. Selain itu aksesibilitas daerah tertinggal, terpencil, terdepan dan perbatasan (T3P) dengan meningkatkan jumlah coverage dan frekuensi angkutan perintis sesuai kebutuhan wilayah daerah T3P dalam rangka mendorong aktivitas ekonominya.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, negara telah mendirikan PT. Pelni (Persero) sejak 28 April 1952. Saat ini peran Pelni masih sangat dibutuhkan masyarakat, khususunya di Indonesia Tengah dan Indonesia Timur untuk mobilitas warga. Pelni mengoperasikan 26 kapal penumpang trayek Nusantara dan 46 trayek kapal perintis.
Pelni sebagai BUMN dengan 100 persen sahamnya milik negara memiliki peran sangat penting dalam RPJMN di negara kepulauan dalam membangun konektivitas antar wilayah. Sebagai negara dengan 16.566 pulau yang dilaporkan pemerintah RI ke PBB pada 2017 peran PELNI sebagai transportasi laut tentu merupakan infrastruktur negara yang sangat dibutuhkan pemerintah dan masyarakat untuk memperkuat konektivitas dan aksesibilitas masyarakat antar pulau.
Pelni saat ini memiliki 26 kapal trayek nusantara yang menyinggahi 83 pelabuhan dengan 1.100 ruas. Kapal Pelni berlayar secara linier (tetap dan terjadwal) dengan rute-rute penugasan yang ditetapkan dan sudah disepakati pemerintah dan PT. Pelni (Persero). Dengan trayeknya yang terencana, kapal-kapal besar yang umumnya buatan Jerman itu berlayar hilir mudik ke seluruh penjuru pulau di tanah air.
Selain kapal penumpang trayek nusantara, Pelni juga mendapatkan penugasan mengoperasikan 53 kapal perintis negara untuk 46 trayek. Kapal perintis menyinggahi 275 pelabuhan dengan 3.739 ruas yang fokus untuk melayani warga daerah tertinggal, terpencil, terdepan dan perbatasan (T3P). Pelni juga memiliki 12 kapal barang, 8 diantaranya melayani trayek tol laut menyinggahi 31 pelabuhan serta 1 kapal ternak untuk distribusi sapi dari NTT ke DKI Jakarta.
Sejak tahun 2013 penumpang kapal Pelni terus berkurang rata-rata 7 persen setiap tahun. Pada 2012 penumpang Pelni mencapai 5,2 juta orang, namun hingga pada 2018 pelanggan Pelni tercatat 3, 59 juta orang.
Pada awal 2019 penumpang Pelni kembali naik dan pada 2019, pelanggan Pelni 4.733.292 orang. Naik 33 % dibanding tahun 2018 sebanyak 3.592.055 orang.
Pengguna kapal Pelni sejak dulu hingga saat didominasi pelanggan berpenghasilan menengah ke bawah. Hasil survei Sucofindo (2017) terhadap kemampuan bayar pengguna kapal Pelni rata-rata kurang dari Rp5 juta. Mereka umumnya pekerja perkebunan, TKI, buruh dan pedagang kecil yang masih sangat menggantungkan kepada kapal Pelni.
Karena kemampuan bayar yang rendah, Pelni tidak dapat menjual tiket sesuai mekanisme pasar, beda dengan KAI yang bisa menaikkan harga tiket sewaktu-waktu sewaktu permintaan tinggi ke tarif batas atas. KAI mengoperasikan lebih banyak KA komersial untuk KA antar kota. Namun 100 % KRL Jabodetabek kereta bersubsidi.
Harga tiket kapal Pelni ditentukan flat dan ditentukan pemerintah. Untuk tetap memberikan layanan kepada pelanggan Pelni yang umumnya bepergian mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Agar angkutan laut tetap dapat melayani masyarakat, pemerintah memberikan dana publik service obligation (PSO) yang bersumber dari APBN, sehingga kapal-kapal Pelni dapat beroperasi melayani warga di seluruh pelosok nusantara.