Lihat ke Halaman Asli

Sugiyanto Hadi Prayitno

TERVERIFIKASI

Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Berhentilah Merokok, Cari Alasan Sampai Ketemu

Diperbarui: 3 Juli 2020   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pemusnahan rokok ilegal - jateng.tribunnews.com

Berhenti merokok itu bukan perkara sulit. Begitu mungkin bagi orang-orang yang pernah menjadi perokok berat, dan kemudian berhenti. Stop, ucapkan selamat tinggal, dan tidak lagi menyentuhnya.

Namun, lebih banyak orang yang mulai coba-coba merokok. Lalu ketagihan, dan banyak lagi yang berusaha keras untuk berhenti, tetapi selalu gagal sebab godaan pertemanan dan suasana tertentu seolah mengharuskan mereka tidak berubah dari kebiasaan lama.

Menjadi perokok sejati, abadi. Dengan bahasa yang bernuansa agama disebut sebagai ahli hisab. Tukang menyedot asap dari tembakau yang dibakar, dengan atau tanpa filter.

Seperti latah, pada dokter pun selalu berujar sama: "Berhenti merokok ya, Pak/Bu? Itu pun kalau penyakit bapak/ibu mau sembuh."

Siapa juga yang ingin berpenyakit, yang ingin penyakitnya tidak sembuh, yang ingin sakit parah karena asap rokok (perokok aktif maupun pasif)? Tidak ada. tidak mengherankan banyak perokok yang ingin berhenti. Ada yang berhasil, tidak sedikit yang gagal.

*

Setiap orang yang mampu menghentikan kebiasaan merokok punya kiat berbeda untuk itu. Berhenti itu perlu proses, perlu alasan, perlu tekat dan semangat, perlu orang yang selalu mengingatkan, dan perlu kondisi tertentu.

Sakit parah salah satunya. Bila orang sudah terbaring di rumah sakit karena kebiasaan merokok, mungkin baru menyadari ada hal yang salah. Ada nada sesal mengapa tidak secepatnya berhenti sebelum keadaan menjadi semakin parah. Mengapa tidak mengikuti nasihat orang-orang tercinta dan oang-orang yang tahu persis akibat buruk merokok?

Alasan merokok sebagai gaya hidup, perangsang munculnya ide kreatif, solidaritas antar teman, demi kenikmatan, dan sulit konsentrasi tanpa merokok, kerap membuat perokok mengabaikan kesehatan sendiri dan hanya mengejar kenyamanan/kenikmatan sesaat.

Pengalaman saya sebagai mantan perokok menemukan dalih itu. Saya mulai merokok tahun ke 3 kuliah (1979), dan berhenti sama sekali setelah 16 tahun bekerja (1997). Selama 18 tahun saya menjadi perokok.

Saat itu belum banyak ruangan dan kendaraan umum ber-AC. Orang bisa merokok di mana saja dan kapan saja (tanpa peduli kesehatan orang lain). Meski bukan perokok berat (sehari kurang dari 1 bungkus) akibat rokok masih terasa bertahun-tahun setelah berhenti. Setiap kali dada terasa nyeri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline