Lihat ke Halaman Asli

Lambaian Pucuk Cemara

Diperbarui: 18 Maret 2021   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

matahari beringsut perlahan dalam balut senja warna jingga
garis-garis dan lapis awan berarak berbaris tipis gerimis

pada pucuk cemara di tepian cakrawala, rona merah muda berkelana menyalakan buih rindumu yang mulai ragu-ragu

teramat panjang ingatan melawan kenangan yang tumbuh menjulang serupa bayang-bayang

sebelum matahari tenggelam kusematkan hasrat yang telanjur tersesat
mimpi yang terlambat bangun dibuai hangat yang mengunggun

kubaca lambaian tanganmu tersenyum kelu seperti gelora yang sendirian tertatih meniti perih yang gagal mendidih

sejauh-jauh tanganku merengkuh, redup degupku jalan paling kuncup dalam lipatan kelopak-kelopak doamu yang gigih melepas sauh

pada remang cahaya bintang, kita bergandeng erat selaksa cangkang yang retak dan memecah saat terdesak kerinduan yang terjatuh setinggi awang-awang

bersama kelam dan lebam yang terperam, bait-bait puisi dalam menghunjam selepas napasku dan napasmu sesak terisak dan terdiam

Jogja, 18 Maret 2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline