Lihat ke Halaman Asli

SUARDI

Buruh tani

Ciri-ciri Berpikir Stoikisme dalam Filsafat

Diperbarui: 25 September 2022   10:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi berpikir/sumber gambar: pixabay.com 

Dari sekian banyaknya aliran filsafat, diantaranya ada aliran stoikisme. Kita bertanya apakah Stoikisme itu? Stoikisme atau disebut juga stoa adalah aliran atau mazhab filsafat Yunani Kuno yang didirikan di Athena, Yunani. 

Tokoh dari mazhab filsafat ini adalah Zeno, dari citium pada awal abad ke-3 SM. Namun ada pula yang mencatat Sotoikisme baru resmi pada tahun 108 SM, dan juga 301 SM. 

Stoikisme mengajarkan bahwa manusia harus bebas dari hasrat, tidak bergerak oleh sukacita atau kesedihan, serta tidak mengeluh atas apapun yang terjadi yang tidak bisa dihindari. 

Stoikisme juga menyatakan bahwa kebajikan adalah kebahagiaan dan nilai kehidupan yang didasari oleh perilaku bukan hanya kata-kata saja. Selain itu, menurut stoik kebahagiaan itu juga bukan untuk dikejar. 

Kebahagiaan, ketenangan tidak untuk dikejar, karena sesungguhnya kebahagiaan itu ada dalam diri kita dengan perasaan ikhlas, jujur dan tawakal. Kita mengerti, jadi buat apa mencari ketenangan jika orang mati saja masih di doakan agar tenang. 

Kaum stoik lebih menekankan untuk mengurangi emosi, negatif sebab keputusan yang salah bisa menghasilkan emosi negatif yang dapat menghancurkan manusia. 

"Hidup harus benar-benar realistis dan tidak mengkhayalkan sesuatu yang tidak-tidak. Orang Jawa menyebutnya nirimo ing pandhum, yakni tidak berlebihan, menghadapi dunia apa adanya dan berorientasi pada kesejahteraan dan kebahagiaan," ujar Dr. Listiono Santoso, SS. MHum, Dosen Filsafat Bahasa dan Sastra FIB Unair.

Filsafat Stoikisme mengajak kita untuk hidup realistis, membaca diri, antisipasi diri, dan mengevaluasi diri. Hidup manusia harus siap dengan berbagai tantangan dan hambatan. Pemahaman terhadap realistis adalah proses riil yang harus dihadapi dengan sungguh-sungguh agar hidup manusia menjadi lebih baik dan lebih etis dari sebelumnya. 

Kita mempertanyakan kenapa aliran filsafat ini dinamakan Stoa? yaitu karena para filsuf berdialog dan berdebat di Stoa. Mengutip penjelasan Listio Santoso diatas, setelah Zeno kemudian dilanjutkan oleh filsuf Stoa berikutnya yaitu Chrisippus, Cicero, Epictetus, yang dijuluki sang budak pengajar Stoik atau Marcus Aurelius. 

Mereka para filsuf Stoa yang membicarakan ragam isu dan tema, dari soal teologi, astronomi, fisika, logika, hingga etika. Filsafat utamanya adalah mengenal kebajikan hidup dalam etika dan teologi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline