Lihat ke Halaman Asli

Kesadaran Tolak Radikalisme Sejak Dini

Diperbarui: 6 Juni 2022   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tempo

Beberapa tahun lalu ada kasus serombongan remaja di Lampung , sebagian masih dibawah umur yang terlibat perdagangan senjata dalam lingkup komunitas terorisme. Mereka berkilah saat terjadi latihan (menggunakan senjata) mereka tidak tahu apa-apa soal  jika komunitas yang mereka ikuti itu adalah kelompok radikal dan menjurus ke terorisme.

Agak sulit untuk tidak tahu apa padahal mereka memakai senajata dalam latihan itu. Sekiranya tidak tahu apa-apa tapi sebenarnya mereka sadar dengan apa yang mereka lakukan. Artinya pula mereka setuju dengan ideologi para pengajak untuk melakukannya. Dan proses seperti itu tidak sebentar. Butuh waktu yang agak lama sampai mereka sadar bahwa mereka "kemasukan" faham radikal dan dimanfaatkan oleh para pengajak.

Kesadaran bahwa mereka masuk ke aliran radikal sebenarnya juga bisa dirasakan di sebuah keluarga. Kita ambil contoh keluarga Dita di Surabaya yang menjadi pelaku pengeboman atas tiga gereja pada waktu yang nyaris bersamaan. Keluarga Dita memencar menjadi tiga sang istri dengan dua anak perempuannya di GKI, dua anak lelakinya yang beranjak remaja mengebom gereja Katolik di Ngagel, dan Dita sendiri mengebom gereja Pentakosta di jl Arjuna.

Ada kesaksian penjaga masjid pagi itu beberapa jam sebelum kejadian tepat saat mereka melakukan salat subuh di masjid. Penjaga masjid menceritakan bahwa anak laki-laki kedua pada keluarga itu sempat menangis tanpa bersuara saat melakukan salat subuh. Sesenggukan anak laki-lakinya dibalas Dita dengan pelukan dan ucapan "tolong diiklaskan"

Ucapan ini sangat berarti bagi penyidik dan kita semua, bahwa sebenarnya sang anak kedua ini mungkin tidak terlalu setuju dengan anjaran radikal dari ayahnya snediri, yang berkeputusan bahwa mereka harus mengebom hari itu. Ketikdasetujuan itu sebagian mungkin terungkap dengan tangisan , namun dia tidk berdaya terhadap ajaran orangtuanya yang radikal dalam menganut agama.

Ini bisa menjadi pembelajaran kita semua bahwa  bagaimanapun radikal adalah penafsiran salah dalam agama (agama apapun itu) , dan seharusnya kita punya feeling sejak dini untuk menolak ajaran itu. Dan jika berdaya, tinggalkan mereka dan kembali pada ajaran agama yang benar.

Zaman sekarang ajaran radikal dalam agama banyak "bajunya". Ada Hizbut Tahrir yang sudah dilarang itu, ada FPI yang sudah dibekukan itu dan kini  ada Khilafatul Muslimin.

Jangan menyempatkan diri bersimpati dengan ajaran ini namun tolaklah sejak awal sebisa mungkin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline