Lihat ke Halaman Asli

Sistilia

@sistilia_

Tangisan di Hari Tua

Diperbarui: 21 September 2021   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : HiTekno.com

Di kesunyian malam, diterpa angin yang berhembus perlahan dan dikelilingi suara nyamuk yang mendengung, pemuda yang dahulu rupawan dan kekar kini sudah menjadi seorang pria tua yang lusuh, keriput dan kesepian. Tak banyak yang bisa dilakukan dimasa tuanya selain bercengkrama dengan rasa penyesalan nan mendalam.

Ya, penyeselan, jika waktu bisa diulang dia hanya ingin kembali ke masa muda dan memanfaatkan segala kesempatan di masa muda yang ia dapatkan. Tapi, sayangnya tak pernah terbesit sedikitpun pemikiran itu saat dia masih remaja. Berleha-leha, menghamburkan uang, menjadi anak yang susah diatur dan tak pernah berkawan dengan ilmu, hanya itu yang ia geluti di masa muda. Berkumpul dengan teman-teman yang dia sendiri tahu bahwa itu bukan hal yang benar. Akan tetapi hanya kesengan dan kenyamanan yang ia cari saat itu tak peduli masa depannya mau jadi apa, yang terpenting sekarang dia sangat menikmati hidupnya, hanya itu yang dulu dia pikirkan.

Hingga semua penyesalan itu datang di hari tuanya kini. Tak ada tabungan, dana pensiun maupun keluarga yang menemani. Tiap malam hanya bisa menitihkan air mata diatas ranjang yang terbuat dari bambu, didalam rumah yang sepertinya tidak layak disebut rumah, penerangan yang hanya ditemani lilin, tanpa ada suara televisi bersahutan, karena dia hanyalah tinggal disebuah gubuk kumuh disebuah pedesaan kecil yang sangat jauh dari keramaian. Bahkan tetangganya hanyalah pohon-pohon bambu besar. 

Dia selalu bertanya kenapa hidupnya seperti ini, tak punya keluarga, anak cucu yang menemani, tak punya kasur yang empuk dan selimut yang hangat sekedar untuk menghangatkan di kala hujan datang, tak ada makanan yang cukup disaat perut mulai berisik meminta asupan. Mengapa dahulu tak ada persipan menjalani hari tua? Mengapa dahulu tidak belajar, tidak bekerja dan menabungnya? Mengapa dahulu tidak berbuat baik dan hanya berfoya-foya mencari kesenangan sementara? Balasan dari segala yang ditanam dulu sudah dirasakan, kini tinggal menunggu kapan Tuhan menjemput dan bisa pergi dengan tenang. Toh tak ada harta yang repot-repot harus diwariskan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline