Raja Datuk Kasim memiliki dua orang putra bernama Raja Datuk Ambia dan Raja Datuk Jambi. Silsilah keturunan raja-raja Simolol ini pun termuat dalam tulisan Jurnal Belanda dalam Simaloereesche Texten yang ditulis oleh H. T. Damste tahun 1916. Diakhir masa kekuasaan Raja Datuk Kasim pada tahun 1825 kedua putranya terjadi perselihan perebutan kekuasaan. Untuk mengatasi perselisihan tersebut akhirnya Raja Datuk Kasim membagi wilayah kerajaan Simolol menjadi dua bagian. Mulai dari jembatan sungai Ladon (Kampung Aie) sampai dengan wilayah Barat dipimpin oleh Raja Datuk Jambi, dengan pusat pemerintahan di Lahapor (Aie Padang), Kuta Padang. Sedangkan dari sungai Ladon (Kampung Aie) hingga wilayah Timur dipimpin oleh Raja Datuk Ambia yang berpusat di Wel Manok Desa (Lakoebang).
Setelah pembagian kekuasaan ini mereka menata wilayah kekuasaan masing-masing. Untuk menghindari terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak, Raja Datuk Kasim mengikat dengan memperkuat kembali hukum adat. Sebelumnya di masa Tengku Khalilullah pimpinan empat suku utama yaitu Lasali, Dagang, Habu, dan Bolawa pernah diundang bermusyawarah di Lahapur, Kuta Padang.
Keempat suku ini membentuk lambang adat hukum pertama dalam wilayah Kerajaan Simolol. Menurut Sahwir adat hukum pertama kali diistilahkan dengan fangkak atau diramukan. Istilah fangkak ini berawal dari letak ditetapkan pertama kali di Luangkak dan dilanjutkan di Puncak Gunung Lahapor. Hasil dari kesepakatan, ditetapkan Lasali dengan lambang warna putih yang bertugas penasehat, Dagang dengan warna kuning melambangkan pemimpin atau raja kerajaan, Habu warna merah melambangkan pengadilan yang mengatur hukum adat, dan Bolawa berwarna hitam melambangkan sebagai panglima, dan pengawal kerajaan. Lambang adat hukum yang dibentuk oleh empat suku ini kemudian disempurnakan berkat kehadiran Tengku Khalilullah dengan menambah hukum syariat Islam menjadi dasar hukum adat Kerajaan Simolol. Hadirnya Tengku Khalilullah ini diistilahkan dengan "Ampek samulo, limo daganokkan atau disampurnakan." Istilah ini menggambarkan Tengku Khalilullah menjadi bagian dalam perlindungan suku Dagang yang memimpin Kerajaan Simolol saat itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI