Lihat ke Halaman Asli

Seto Galih Pratomo

Penulis - Jurnalis - Mahasiswa

Mengkritisi Sistem Pendidikan di Indonesia Melalui Kasus Perpeloncoan Ospek

Diperbarui: 17 September 2020   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

idntimes.com

Pada tahun ajaran baru 2020-2021 ini semua hal dilakukan secara daring atau online. Terlebih kepada para mahasiswa baru yang ketika memasuki area perkuliahan mereka disambut dengan masa orientasi atau pengenalan yang kerap disebut dengan ospek.

Sejatinya, masa orientasi itu bertujuan untuk mengenalkan lingkungan baru kampus kepada para mahasiswa barunya. 

Tapi kini dan dari dahulu, masih banyak ditemukan kasus-kasus perpeloncoan dikalangan mahasiswa baru ketika mereka tengah menghadapi masa orientasi.

Salah satunya kasus yang viral dikalangan mahasiswa baru dengan merebaknya vidio perpeloncoan kepada seorang mahasiswi salah satu perguruan negeri di Surabaya yang dilakukan oleh kakak tingkatnya dengan cara memarahi dan membentak-bentak. 

Hal tersebut menunjukkan betapa senioritas nya kakak tingkat kepada adiknya. Padahal ketika ditelisik lebih dalam lagi, tugas daripada seorang kakak tingkat kepada adik tingkatnya yang dalam hal ini mahasiswa baru adalah merangkulnya untuk mengenal dan masuk ke dunia barunya di perkuliahan.

Kekejaman ospek yang kerap terjadi ini menggambarkan sistem pendidikan Indonesia yang tidak lepas dari efek masa kolonial atau penjajahan yang identik dengan menindas. Menindas dalam hal fisik, mental, ataupun pikiran.

Maka tak jarang seseorang mahasiswa baru yang mengikuti ospek ada yang terkena psikis kejiwaannya karena hantaman psikologis dari luar atau perpeloncoan. Padahal hal tersebut mempunyai resiko hukum jika korban melaporkan kepihak berwajib. 

Pada pasal 335 KUHP Bab XVII tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan dengan ancaman pidana maksimal satu tahun atau denda maksimal empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal ini terdapat dua unsur dalam membuktikan delik perkara tersebut yaitu memakai kekerasan atau ancaman kekerasan. 

Apabila salah satu unsur delik perkara tersebut terpenuhi, maka dapat dikategorikan sebagai delik perbuatan tidak menyenangkan.

Hal tersebut sejalan dengan Mahkamah Agung atas Pasal 335 KUHP yang berpendapat bahwa kekerasan yang terjadi tidak harus merupakan paksaan fisik, melainkan paksaan psikis. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline