Lihat ke Halaman Asli

Kapolri vs Presiden?; Membaca Arah Reformasi Polri

Diperbarui: 26 September 2025   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok gambar : AI 

Reformasi kepolisian lagi-lagi menjadi sorotan publik. Di tengah derasnya kritik terhadap kinerja POLRI, muncul dua inisiatif besar: Kapolri membentuk tim reformasi internal, sementara Presiden membentuk komite reformasi eksternal. Dua jalur berbeda untuk satu tujuan yang sama, yakni memperbaiki institusi kepolisian. Pertanyaan pun muncul: apakah ini akan mempercepat perbaikan, atau justru menambah kebingungan?

Dua Tim, Dua Kepentingan

Secara manajerial, langkah Kapolri membentuk tim internal bisa dimaklumi. Setiap pimpinan organisasi besar tentu butuh mekanisme khusus untuk membenahi SOP, budaya organisasi, dan disiplin internal. Di sisi lain, Presiden sebagai kepala pemerintahan wajib memastikan bahwa reformasi berjalan dengan pengawasan publik, akuntabilitas, dan kontrol sipil.

Dengan kata lain, tim Kapolri hadir untuk kepentingan ownership internal, sementara tim Presiden hadir demi legitimasi eksternal. Secara teori, keduanya bisa saling melengkapi.

Risiko Tumpang Tindih

Masalahnya, tanpa koordinasi yang jelas, dua tim ini bisa menimbulkan komplikasi:

  • Duplikasi kerja: mengerjakan hal serupa dengan cara berbeda.
  • Kontradiksi rekomendasi: publik bingung mana yang harus diikuti.
  • Politik kepentingan: tim internal bisa dianggap melindungi jaringan, tim eksternal bisa dipolitisasi oleh elite.
  • Turunnya kepercayaan publik: jika hasil tidak konsisten, legitimasi reformasi malah melemah.

Dalam kerangka pemerintahan, Kapolri memang sah membentuk tim internal. Namun, karena ia berada langsung di bawah Presiden, sebaiknya langkah itu dikomunikasikan terlebih dahulu lewat Menko Polhukam. Dan kalau sudah terkomunikasikan harus dijelaskan ke publik biar tidak memunculkan berbagai komentar tidak jelas.  Tanpa itu, publik bisa menafsirkan langkah Kapolri sebagai counter-narrative terhadap kebijakan Presiden.

Apa yang Harus Dilakukan?

Agar reformasi tidak jalan sendiri-sendiri, ada beberapa hal mendesak dilakukan:

  1. Pembagian mandat yang jelas: tim Kapolri fokus ke teknis internal, tim Presiden fokus ke kebijakan makro dan pengawasan eksternal.
  2. Koordinasi formal: Menko Polhukam bisa menjadi penghubung agar keduanya sejalan.
  3. Libatkan pihak independen: akademisi, Kompolnas, hingga masyarakat sipil untuk menjamin integritas.
  4. Komunikasi publik tunggal: satu suara resmi agar masyarakat tidak bingung dengan narasi berbeda.
  5. Indikator keberhasilan terukur: misalnya perbaikan SOP, laporan terbuka, dan penurunan aduan masyarakat dalam enam bulan pertama.

Penutup

Dua kebijakan untuk satu perbaikan institusi bisa jadi peluang emas, bisa juga jadi batu sandungan. Jika sinkron, publik akan melihat keseriusan negara dalam membenahi kepolisian. Jika tidak, justru ketidakpercayaan semakin dalam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline