Lihat ke Halaman Asli

Sendi Suwantoro

Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Jalan Berdebu Sang Pelangi

Diperbarui: 8 Januari 2024   16:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pixabay.com/id/photos/ayah-dan-anak-berjalan-kereta-api-2258681/

Matahari masih belum berani mengintip, tersembunyi di balik bukit seperti anak kecil malu-malu. Namun, Pak Harjo sudah bangun, siluetnya berkelebat di dapur gubuk bambu mereka. Batuk-batuk kecil terdengar bersahutan dengan suara api yang mulai menjilat-jilat kayu bakar.

Pak Harjo tak muda lagi, kerutan di wajahnya bertutur tentang perjalanan hidup yang tak selalu mudah. Tapi tangannya masih cekatan, membelah bambu dan menganyamnya menjadi keranjang kecil. Ya, itulah mata pencahariannya, seorang pedagang keranjang bambu di pasar kota.

Setiap pagi, sebelum fajar menyingsing, Pak Harjo sudah pikul keranjang-keranjang buatannya. Jalanan setapak berdebu yang menjadi penghubung gubuknya dengan kota adalah sahabat setianya. Kaki telanjangnya yang kaku melawan dingin dan bebatuan, tapi tak pernah keluhan terucap.

Di pasar, hiruk-pikuk kota tak pernah asing baginya. Ia menggelar dagangannya di sudut, menunggu pembeli dengan sabar. Sering tak laku, lebih sering gigit jari, tapi senyumnya tak pernah pudar. Senyum itu milik keluarga kecilnya, istri dan dua anaknya yang menanti kepulangannya di gubuk bambu.

Bagi mereka, Pak Harjo bukanlah hanya ayah, tapi pelangi. Bukan pelangi megah di angkasa, tapi pelangi kecil yang tumbuh dari keringat dan cinta. Pelangi yang meneduhkan gubuk bambu mereka, menerangi mimpi-mimpi anak-anaknya.

Suatu hari, hujan badai menerjang desa. Ganas, ia merobohkan gubuk bambu mereka bagai kastil pasir. Kehancuran dan tangis berpadu, tapi Pak Harjo tetap tegar.

"Kita bangun lagi, Nak. Yang penting kita bersama," bisiknya, memeluk istri dan anak-anaknya dalam pelukan hangat.

Dan benar, mereka membangun lagi. Batu bata demi batu bata, asa demi asa. Pak Harjo bekerja lebih keras, memikul keranjangnya lebih jauh, hingga tangannya berdarah berbekas anyaman bambu.

Perlahan, gubuk bambu tak ada lagi. Rumah bata sederhana berdiri kokoh, bermandi cahaya matahari yang sudah berani menampakkan dirinya. Anak-anak Pak Harjo bersekolah, bermimpi setinggi bintang, dibiayai oleh cinta tertanam di setiap anyaman bambu.

Kini, Pak Harjo tak lagi muda. Jalan berdebu itu tak lagi ia lalui. Anak-anaknya, pelangi kecilnya, kini bekerja. Gubuk bambu mungkin hilang, tapi pelangi cinta Pak Harjo, pelangi yang tumbuh dari perjuangan dan pengorbanan, akan selamanya mewarnai kehidupan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline