Permasalahan yang terjadi di kios Terminal Bakalan Krapyak, Kudus, mencerminkan bagaimana pengelolaan fasilitas publik yang seharusnya menjadi pusat aktivitas ekonomi justru menimbulkan ketimpangan dan ketidaknyamanan bagi para pedagang.
Salah satu isu utama yang dikeluhkan oleh pedagang di sisi barat adalah ketidakadilan dalam pembagian arus bus dan penumpang, yang menyebabkan area barat jauh lebih sepi dibanding sisi area timur terminal.
Akibatnya, pengunjung sepi, pembeli nyaris tidak ada, dan omzet penjualan pun terus menurun. Sementara itu, di sisi lain terminal yang lebih ramai dilewati bus dan aktivitas penumpang, pedagang justru lebih diuntungkan. Ketimpangan ini menjadi bukti bahwa pengelolaan akses kendaraan dalam area terminal belum dilakukan secara adil dan merata.
Ketidakadilan ini tentu bukan hanya soal lokasi, tapi menyangkut keberlangsungan hidup para pedagang. Sebagian besar dari mereka menggantungkan pendapatan harian dari aktivitas jual-beli di kios tersebut. Ketika pengunjung tidak datang karena arus kendaraan tidak diarahkan secara merata, dampaknya langsung terasa: rugi secara ekonomi, stres secara psikologis, dan putus asa secara sosial.
Foto Suasana Kios Bagian Barat Terminal Bakalan Krapyak Kudus yang Sangat Sepi
Persoalan lain yang tak kalah serius adalah belum diterbitkannya surat pendasaran atau surat pendudukan kios kepada para pedagang, meski menurut para pedagang mereka telah menempati kios selama lebih dari satu tahun.
Ketiadaan dokumen resmi ini menimbulkan keresahan tersendiri. Para pedagang merasa tidak memiliki kepastian hukum atas tempat usaha mereka.
Padahal, legalitas tempat usaha adalah fondasi utama bagi siapa pun yang ingin membangun bisnis, sekecil apa pun. Surat pendasaran bukan hanya formalitas, tetapi bentuk pengakuan dan jaminan dari pemerintah kepada rakyat kecil bahwa mereka berhak berusaha secara sah dan tenang. Jika hal mendasar seperti ini pun tak kunjung diberikan, maka ke mana lagi pedagang harus berharap?
Foto Bus yang baru masuk Terminal Bakalan Krapyak di arahkan kesisi Timur semua
Situasi ini mengundang pertanyaan besar: di mana peran pengelola dan penanggung jawab terminal? Apakah fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap aktivitas ekonomi mikro sudah berjalan sebagaimana mestinya? Ataukah, justru terjadi pembiaran yang mengindikasikan lemahnya perhatian terhadap nasib pedagang kecil?