Lihat ke Halaman Asli

Santika Dewi Lestari

Pendidik Bahasa Indonesia

Pendidik dari Milenium Ketiga: Perkembangan Pendidikan Abad ke-21

Diperbarui: 11 Mei 2025   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abad ke-21 merupakan periode pada bagian milenium ketiga menurut penanggalan Gregorian dan santer didengar dengan sebutan era globalisasi. Pada era ini, terjadi kemajuan teknologi digital secara pesat dalam berbagai sektor. Banyak perubahan sosial dan budaya yang terjadi di masyarakat. Interaksi antarmanusia dalam hal teknologi memungkinkan seluruh ekosistem di dunia saling terhubung. Seluruh jaringan digital tidak pernah tidur sehingga sangat memungkinkan pengaksesan kapan pun. Era globalisasi menjadi kekuatan yang mendominasi pada abad ini. Adanya perkembangan teknologi yang sangat pesat pada era ini juga membawa tantangan akan karakter para generasi muda. Secara keseluruhan, abad ke-21 yang penuh dinamika, peluang, dan juga tantangan membutuhkan inovasi dan kolaborasi global untuk menghadapi abad ini dengan lebih baik.

Pendidikan pada abad-21 turut mengalami transformasi besar karena hadirnya globalisasi, teknologi digital dalam dunia pendidikan juga turut berkembang. Perubahan yang paling mencolok adalah penggunaan teknologi dalam kegiatan pembelajaran. Abad-21 menuntut seluruh civitas akademika menguasai keterampilan baru yang dikenal dengan 21st century skills. Bahkan dalam kurikulum modern mulai diintegrasikan keterampilan-keerampilan yang mebcakup kemampuan berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, kreativitas, pemecahan masalah, literasi digital.

Guru dalam era perlu mengambangkan kemampuan berteknologi, pemahaman pedagogi modern, serta kemampuan untuk menyesuaikan metode pembelajaran yang modern. Sebab guru bukan hanya sebagai penyampai informasi, melainkan juga sebagai fasilitator, pembimbing, dan mentor. Evaluasi pendidikan pun sekarang tidak lagi hanya mengandalkan ujian tulis semata, tetapi juga mencakup portofolio, proyek, dan juga asesmen formatif sehingga penilaian benar-benar mencerminkan kemampuan berpikir dan pemahaman siswa secara menyeluruh. Dengan hadirnya teknologi saat ini, sangat memungkinkan pembelajaran di wilayah terpencil dan kurang berkembang menjadi lebih merata karena akses teknologi seperti pembelajaran daring serta pengadaan perangkat berbasis digital lebih mudah. Hal ini tidak dapat terlepas juga dari adanya guru yang harus juga mampu menguasai teknologi dan mengembangkannya. Oleh karena itu guru-guru di setiap wilayah harus mempunyai bekal yang mumpuni dan harus terbuka akan adanya perkembangan pesat di era globalisasi.

Guru pada abad-21 juga menjadi pembelajara sepanjang hayat (lifelong learner). Sebagai orang tua kedua, guru perlu membekali siswa dengan nilai-nilai integritas, empati, tanggung jawab sosial, moral, dan sikap toleran di tengah derasnya arus globalisasi saat ini. Dengan demikian, guru harus terus mengembangkan kompetensinya karena dunia pendidikan selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Adaptasi guru juga sangat penting untuk menyesuaikan situasi yang dihadapi. Secara keseluruhan, peran guru pada era ini terbilang sangat kompleks dan vital dalam dunia pendidikan. Peran penting guru sebagai pengajar dan fasilitator harus membimbing siswa untuk mencari, memahami, dan menerapkan pengetahuan secara mandiri dan kritis.

Namun dengan adanya teknologi saat ini, sangat tidak menutup kemungkinan informasi yang dampak negatif juga mengarah pada siswa sehingga guru juga harus mampu membantu siswa dalam memilah informasi yang valid dan relevan. Peran guru sebagai penyaring informasi dapat mengarahkan siswa untuk mengevaluasi sumber informasi untuk menghindari hoaks serta mambimbing siswa untuk memahami betapa pentingnya literasi media dan etika digital. Bahkan saat ini guru juga dituntut untuk dapat mengenali kebutuhan siswa dan menyesuaikannya dengan metode pengajaran agar kegiatan pembelajaran menjadi efektif.

Menjadi guru di abad-21 adalah perjalanan yang menantang sekaligus penuh makna. Sebab pada abad ini peran guru tidak hanya sebagai penyampai ilmu, tetapi juga sebagai fasilitator, inovator, dan pembimbing dalam proses belajar yang dinamis. Saya pernah mendapatkan kesempatan untuk merasakan dua peran berbeda dalam dunia pendidikan, yaitu sebagai guru PPL pada tahun 2023 di sekolah formal dan sebagai guru bimbingan belajar (bimbel) di lingkungan nonformal sampai sekarang. Pengalaman ini banyak memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana menjadi pendidik yang adaptif dan efektif di era globalisasi yang serba digital.

Pengalaman sebagai guru PPL di sekolah negeri merupakan titik awal yang sangat berharga dalam membentuk identitas saya sebagai seorang pendidik. Memasuki dunia sekolah yang sebenarnya membuka wawasan saya terhadap dunia pendidikan yang terus berubah. Dihadapkan dengan siswa yang tumbuh dalam lingkungan digital yang cepat dan kaya akan informasi membuat saya harus menjadi pendidik yang bukan hanya mampu menyampaikan materi, tetapi juga menjadi fasilitator pembelajaran yang aktif dan juga menyenangkan.

Dalam merancang modul ajar sebagai perangkat pembelajaran, saya memilih pendekatan berbasis proyek salah satunya adalah meminta siswa membuat desain anekdot dengan aplikasi canva dan sejenisnya kemudian meminta siswa untuk membuat vidio dari karya yang dibuat dan mengunggahnya di media sosial. Hal ini menurut saya tentu akan dapat mengembangkan keterampilan digital dan rasa percaya diri siswa ketika menyampaikan hasil karyanya secara publik. Selain itu, siswa juga akan melatih kemampuan literasi digital dan berpikir kritis siswa.

Selama praktik mengajar, saya membiasakan diri untuk selalu memberikan umpan balik yang spesifik dan membangun melalui platform digital. Kebiasaan ini ternyata berdampak besar karena siswa merasa dihargai, lebih semangat, dan kepercayaan dirinya meningkat. Memberikan ruang refleksi dan komunikasi dua arah menjadi kunci keberhasilan pembelajaran di kelas. Pemanfaatan teknologi digital juga saya lakukan misalnya, dengan aplikasi Quizizz untuk evaluasi dan google drive sebagai penyimpan materi, siswa dapat mengakses materi kapan saja dan mengulang materi secara mandiri. Hal ini sangat bermanfaat bagi siswa yang membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami materi yang telah disampaikan. Sebab tidak menutup kemungkinan bahwa karakter dan daya tangkap antara siswa satu dengan siswa lainnya memiliki kapasitas yang berbeda. Dalam praktik sebagai guru PPL, saya banyak belajar dari guru pembimbing tentang pentingnya membangun kedekatan emosional dengan siswa agar suasana kelas menjadi lebih hangat dan inklusif.

Pengalaman yang berbeda saya dapat saat menjadi guru PPL dengan guru bimbel. Dinamika yang saya rasakan membawa saya mengenali berbagai tujuan siswa saat belajar. Kebanyakan siswa yang mengikuti bimbel menginginkan nilai yang sempurna hingga rasa frustasinya terhadap pelajaran di sekolah. Menjadi pendidik di bimbel membuat saya harus benar-benar berperan sebagai pendamping yang memiliki kemampuan membaca kebutuhan setiap individu. Di era globalisasi, siswa cenderung mencari pembelajaran yang praktis, instan, dan interaktif. Selain mengajar di kelas, saya juga terlibat dalam pendampingan belajar melalui platform digital dari bimbel. Ini memperluas pengalaman dan memfasilitasi saya sebagai pendidik untuk terus berkembang dan akrab dengan media digital. Sebagai guru saya belajar untuk membangun pendekatan yang lebih humanis dengan siswa. Saya sadar para siswa berjuang di tengah tuntutan zaman sehingga sesi belajar tidak hanya diisi dengan pembahasan soal dan materi yang lebih padat, tetapi juga diskusi ringan mengenai strategi belajar, manajemen waktu, dan kesiapan mental menghadapi ujian.

Pengalaman yang pernah atau sedang saya lalui ini membuka mata saya bahwa menjadi guru di abad ke-21 bukanlah sekedar profesi, tetapi juga misi peradaban. Teknologi bukan hanya pelengkap, tetapi sudah menjadi inti dalam pembelajaran. Saya juga menyadari bahwa tidak ada satu pendekatan yang benar-benar cocok untuk diimplementasikan kepada seluruh siswa. Dengan ini fleksibilitas, empati, dan keberagaman strategi pembelajaran adalah kunci untuk menjangkau setiap individu yang memiliki keunikannya masing-masing. Pengalaman-pengalaman kecil ini turut menguatkan prinsip bahwa guru adalah pembelajar sepanjang hayat. Dunia akan terus berkembang, kurikulum juga turut berubah, teknologi di masa mendatang akan semakin canggih. Guru harus terus belajar, merefleksikan praktiknya, dan bersedia untuk terus bertumbuh serta berkembang. Guru bukan hanya mengajar untuk hari ini, tetapi juga menyiapkan generasi mendatang. Interaksi yang dibangun harus dilandasi niat untuk memberdayakan siswa dengan ikhlas. Dengan ini semua guru di abad ke-21 terus mengejar ilmu, membimbing dengan hati, dan tumbuh bersama perubahan zaman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline