Lihat ke Halaman Asli

Hidup Damai dalam Perbedaan: Urgensi Pluralisme Agama di Ind

Diperbarui: 24 September 2025   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Pengertian

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki keragaman budaya, etnis, dan agama. Keberagaman ini adalah anugerah, tetapi sekaligus tantangan dalam menjaga persatuan. Di tengah perbedaan keyakinan, sering muncul pertanyaan: bagaimana masyarakat bisa hidup berdampingan dengan damai tanpa saling meniadakan? Jawabannya terletak pada pemahaman tentang pluralisme agama.

Pluralisme bukan sekadar pengakuan bahwa agama lain ada, melainkan kesadaran untuk hidup bersama dalam perbedaan, tanpa harus mencampuradukkan keyakinan. Konsep ini menjadi penting bagi bangsa Indonesia, terutama dalam menghadapi isu intoleransi yang masih sering muncul di tengah masyarakat.

Memahami Konsep Pluralisme Agama 

Secara etimologis, pluralisme berasal dari kata plural yang berarti beragam atau majemuk. Dalam konteks agama, pluralisme mengandung makna bahwa keberadaan berbagai agama harus dipahami sebagai kenyataan sosial sekaligus sebagai potensi untuk membangun kehidupan bersama.

Menurut Diana L. Eck, seorang pemikir pluralisme dari Harvard University, pluralisme bukan hanya "koeksistensi" atau hidup berdampingan, tetapi juga sebuah keterlibatan aktif dalam membangun dialog dan kerja sama antar pemeluk agama yang berbeda. Dengan demikian, pluralisme menekankan pada interaksi yang sehat, bukan sekadar toleransi pasif.

Pluralisme Agama dalam Konteks Indonesia 

Indonesia adalah negara dengan enam agama resmi dan ratusan aliran kepercayaan lokal. Dalam konstitusi, kebebasan beragama dijamin oleh UUD 1945 Pasal 29 yang menegaskan bahwa negara menjamin kebebasan tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut keyakinannya.

Pluralisme di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Sejak masa kerajaan Nusantara, masyarakat telah hidup dalam keragaman kepercayaan. Misalnya, di era Majapahit, semboyan Bhinneka Tunggal Ika lahir dari kesadaran bahwa Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan dalam satu kerajaan.

Namun dalam realitas modern, tantangan semakin kompleks. Isu intoleransi, diskriminasi, hingga konflik berbasis agama masih sering muncul, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa pluralisme agama masih harus terus diperkuat, bukan hanya sebagai teori, tetapi sebagai praktik dalam kehidupan sehari-hari.

Perbedaan antara Toleransi dan Pluralisme 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline