Lihat ke Halaman Asli

Sebuah review novel Aruna dan Lidahnya

Diperbarui: 2 Februari 2025   21:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Book. Sumber ilustrasi: Freepik

ARUNA DAN LIDAHNYA

By Laksmi Pamuntjak

Aruna dan Lidahnya adalah sebuah kisah tentang makanan dan perjalanan. Makanan sebagai pokok cerita. Makanan menjadi obsesi karakter-karakter utama yang menggerakkan cerita. Selain makanan, dalam perjalanan Aruna sebagai epidemiologist yang sedang memerangi wabah flu burung waktu itu, kisah ini juga dibumbui dengan politik kesehatan masyarakat, konspirasi, korupsi, agama, sejarah lokal dan pertemanan serta hubungan laki-laki dan perempuan.

Berbeda dengan novel Laksmi Pamuntjak yang berjudul Amba yang membuat mbrebes mili, novel ini terasa lebih ringan ketika dibaca. Meskipun ada beberapa adegan yang mampu membuat pembaca tetap ingin mewek.

Yang menarik dari novel ini menurutku  adalah karakter tokoh yang membangun cerita. Utamanya karakter utama yakni Aruna. Sejak halaman pertama, karakter Aruna sudah dideskripsikan dalam sebuah prolog dengan gaya satu paragraf panjang ala novel Narcopolis.

Pada beberapa bab, sebelum benar-benar masuk pada pembahasannya. Penulis sering menyertakan semacam premonisi? atau pertanda untuk membuat pembaca bersiap pada cerita selanjutnya. Atau barangkali penulis ingin menunjukkan bahwa, karakter Aruna mempunyai latar belakang yang menarik yakni mampu merasakan firasat atau semacam indra keenam yang diturunkan oleh neneknya yang berteman dengan hantu-hantu itu. Firasatnya kadang berupa mimpi-mimpi, alam bawah sadarnya yang terkuak atau cuplikan pengalaman sewaktu Aruna kecil.

Dalam mimpiku, aku melihat ibuku membuka pintu lemari dan mengeluarkan burung-burung di dalamnya, satu per satu. Lalu ia membaringkan burung-burung itu di meja dapur dan dengan tenang, dengan mata berkaca-kaca, mulai memenggal kepala mereka satu demi satu. 

Atau yang ini misalnya, tentang hubungan Aruna dan bapaknya, ia merasa kehilangan sosok Ayah yang sering mengabsenkan dirinya untuk Aruna.

Apa yang bisa kukatakan tentang bapakku sebenarnya? Aku merindukannya sebagaimana anak-anak yang bapak-ibunya telah bercerai merindukan orang tua yang pergi, karena mereka takkan pernah lagi hidup serumah bersama anak-anaknya. Aku merindukannya sebagaimana aku tak pernah merindukan ibuku, karena aku tahu ibukku selamanya milikku (sementara bapakku... aku bahkan tidak tahu apakah ia paham arti memiliki).

Untuk membuat karakter Aruna semakin bersinar, penulis menghadirkan karakter Nadezhda. Ia adalah seorang wacky character, seorang antagonis yang berperan sebagai sahabat protagonis (Aruna). Nadezhda sebagaimana jahe atau cabe mampu membuat masakan jadi tambah spicy.

Pada suatu hari, dikisahkan Aruna sedang menginap di rumah Nadezhda dan secara tak disengaja ia menemukan buku diary Nadezhda. Ia membacanya. Diary itu tak banyak berbicara tentang makanan atau catatan perjalanan, tetapi tentang kisah cinta Nadezhda dengan kekasih-kekasihnya. Ditengah-tengah pembacaannya pada kisah cinta Nadezhda, kesadaran Aruna terbuka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline