Lihat ke Halaman Asli

Ryo Kusumo

TERVERIFIKASI

Profil Saya

Supersemar, yang Tersembunyi di Balik Debat

Diperbarui: 19 Januari 2019   05:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: detik.com

Dulu ketika kecil, saya sering mencuri dengar pembicaraan antara Ibu dan Ayah di atas CJ 7 kelabu yang setia. Salah satunya adalah keluhan ayah karena gajinya sebagai PNS di Maluku selalu terpotong setiap bulan. Tak jelas benar berapa persen dipotong, tetapi sebagai PNS yang saat itu gajinya tidak seberapa, potongan gaji adalah sebuah musibah. 

Info Ayah, gajinya dipotong sekian persen untuk pengelolaan yayasan. Tepatnya YAMP, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila. Tapi menurut Ayah, sepertinya bukan hanya untuk YAMP, tapi juga Supersemar dan DAKAB (Dana Abadi Karya Bhakti).

Ada yang bagus dari hasil YAMP, yaitu menuntaskan pembangunan 999 Masjid di Indonesia. Tapi apakah pantas untuk dana yayasan harus memotong hak dari pegawai negeri sipil yang notabenenya adalah pekerja negara? Jika ingin menyumbang, ya dalam bentuk yang wajar, berbentuk sumbangan, infaq atau apalah namanya. Ini yang dinilai Ayah saya dulu bahwa Soeharto telah menyalahi aturan.

Lantas, apakah dana yang diambil dari pemotongan gaji PNS dan militer tadi semata-mata untuk membangun Masjid atau beasiswa? Diduga tidak. Berdasarkan tulisan George Aditjondro yang fenomenal Korupsi Kepresidenan, Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa (2006), yayasan Soeharto telah jauh melampaui kaidah suatu 'Yayasan'.

Uang yang dihimpun tidak lagi berbentuk kegiatan sosial khas yayasan, namun untuk menghidupi perusahaan. Faktanya Soeharto secara resmi didakwa Jaksa Agung pada 8 Agustus 2000 karena menggelapkan 571 juta dolar AS dari tujuh yayasan yang diketuainya ketika menjabat sebagai presiden. 

Dalam catatan George, trio yayasan DAKAB-Supersemar-Dharmais menguasai saham-saham di perusahaan yang dimiliki oleh Soeharto dan kroninya. Termasuk majalah Gatra, Gedung Granadi, Bank Duta dan salah satu yang terbesar adalah di pabrik kertas, dimana sektor hulu kertas dikuasai oleh kroni lama Soeharto yang paling hebat; Bob Hasan. Melalui tiga PT besar; PT Kiani Kertas, PT Kiani Lestari dan PT Kalimanis Plywood.

Pengejaran dana yayasan Soeharto dimulai sejak September 1998. Persis ketika Soeharto lengser. Dan menghasilkan beberapa hal yang penting. Pertama, pada 7 Desember 1998, dimana Jaksa Agung mengungkapkan hasil pemeriksaan atas tujuh yayasan Soeharto: Dharmais, Dakab (Dana Abadai Karya Bhakti), Supersemar, Amal Bhakti Muslim Pancasila, Dana Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora dengan kekayaan senilai 4,01 Trilyun rupiah.

Pada 31 Maret 2000 era pemerintahan Gus Dur, Soeharto dinyatakan sebagai tersangka penyalahgunaan uang dana yayasan sosial yang dipimpinnya, sayang Soeharto keburu meninggal sebelum ketok palu persidangan. 

Era berlanjut hingga era SBY, 28 Oktober 2010, Hakim Agung Harifin Tumpa menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada negara. Sayang terjadi hal konyol kesalahan penulisan angka, yang seharusnya 185 milyar malah ditulis 185 juta. 

Akibat kesalahan konyol itu, eksekusi tidak dapat dilakukan, dan anak-anak Soeharto bisa agak tenang sedikit.

Era Jokowi rupanya jantung kroni Soeharto dibuat berdegup sangat kencang. Jokowi yang diserang begitu rupa dengan fitnah, mampu menghalau dengan ciamik fitnah tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline