Lihat ke Halaman Asli

Ryh2267

Sukses=Belajar Dari Kegagalan

"Tembakau, Nafas Panjang Ekonomi Rakyat : Antara Harapan dan Ketidakpastian"

Diperbarui: 10 Oktober 2025   02:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambaran Ilustrasi AI


Industri hasil tembakau (IHT) bukan sekadar bagian dari sejarah ekonomi Indonesia — ia adalah denyut nadi yang sejak lama ikut menggerakkan kehidupan jutaan orang. Dari kebun tembakau di pelosok desa hingga pabrik rokok di kota besar, sektor ini telah memberi warna yang kuat pada perjalanan ekonomi nasional.

Sejak masa kolonial, tembakau menjadi komoditas ekspor unggulan yang mengundang investasi besar dan menciptakan lapangan kerja luas. Pasca kemerdekaan, IHT berkembang menjadi salah satu penyumbang terbesar penerimaan negara melalui cukai, pajak, dan devisa. Tak hanya itu, industri ini juga membuka ruang bagi tumbuhnya ekonomi rakyat — dari petani tembakau, buruh linting, hingga pedagang kecil di warung dan kios rokok.

Saya pribadi pernah merasakan langsung bagaimana IHT membawa kesejahteraan sebelum pandemi COVID-19 melanda. Saat bekerja di salah satu perusahaan tembakau, saya melihat betapa banyak pekerja bisa menata hidup lebih baik. Gaji yang layak memungkinkan saya membantu ekonomi orang tua, membiayai adik hingga lulus kuliah dan menjadi sarjana, serta mencukupi kebutuhan keluarga sendiri. Bahkan, saya masih bisa berbagi rezeki dengan orang-orang di sekitar. Industri ini benar-benar menjadi sumber penghidupan yang nyata, bukan sekadar angka di laporan ekonomi.

Namun, masa pandemi menjadi titik balik yang sulit. Banyak perusahaan tembakau harus melakukan efisiensi besar-besaran. Status karyawan tetap berubah menjadi outsourcing, fasilitas dikurangi, dan suasana kerja pun ikut berubah. Di sisi lain, kebijakan cukai rokok yang terus naik juga menambah tekanan. Harga rokok yang makin tinggi menurunkan daya beli masyarakat, dan akibatnya pendapatan perusahaan ikut tertekan.

Efek domino pun terjadi — dari perusahaan besar hingga pedagang kecil. Banyak pabrik mengurangi produksi, bahkan sebagian menutup lini usahanya. Padahal, di balik setiap batang rokok yang dijual, ada ribuan pekerja yang bergantung pada keberlangsungan industri ini: petani, buruh, sopir, pengepul, hingga penjual eceran.

Saya sendiri merasakan dampak langsung dari perubahan itu. Karena tekanan dan ketidakpastian yang berkepanjangan, saya sempat stres dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman di Jawa Tengah. Namun, kenyataannya justru lebih berat. Lapangan pekerjaan di daerah semakin sempit, dan usia yang tak lagi muda membuat peluang kerja makin terbatas. Situasi itu membuka mata saya bahwa masalah ekonomi akibat perubahan industri tidak hanya menimpa perusahaan, tapi juga menghantam kehidupan pribadi banyak orang.

Semoga di bawah kepemimpinan Bapak Menteri Purbaya, kebijakan ekonomi nasional dapat memberikan perubahan yang saling menguntungkan bagi rakyat, perusahaan, dan pemerintah. Diperlukan keseimbangan antara kepentingan fiskal negara, keberlangsungan industri, dan kesejahteraan masyarakat agar roda perekonomian dapat kembali berputar lancar.

Harapan besarnya, Indonesia bisa bangkit kembali — bukan hanya di atas kertas, tapi di kehidupan nyata rakyatnya. Karena kesejahteraan sejati bukan semata angka dalam laporan, melainkan rasa aman dan harapan hidup yang tumbuh di dada setiap pekerja Indonesia. Ryh_2267

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline