Sudah tiga Ramadan ini TV di rumah tidak bisa digunakan, sebenarnya sudah berkali-kali Televisi diperbaiki atau diservis mulai panggil tukang servis, sampai TV di bawa ke servis, dengan angkos yang lumayan mulai dari 150.000, 300.000, hingga 350.000. Karena sudah berkali-kali memperbaiki ahirnya saya biarkan saja di atas lemari tak berguna.
Terkadang beberapa kali ada tukang rongsok akan membelinya, dua buah TV 21 in hanya dihargai Rp.50.000. he he,,, ya memang tidak berguna. Tapi kok sayang ya akan menjualnya.
Sebenarnya televisi masih berguna, selain untuk sarana hiburan TV juga menyuguhkan informasi-informasi kekinian yang terjadi di tanah air ini. Namun, saya menyadari tidak banyak waktu untuk duduk manis di depan televisi sehingga kuabaikan saja keberadaan televisi di rumah.
Bahkan anak-anak lebih suka lihat di ponsel masing-masing sesuai keinginan mereka. Sekarang apa yang tidak mungkin kita jangkau melalui handphone semua tersuguh sesuai yang kita inginkan.
Anak bungsu suka main dan skrol youtube short, kakaknya suka nonton drakor, kakaknya lagi lebih suka kajian ilmiah, sedang saya lebih suka melihat youtube Gus Baha. Maka televisi bukan lagi barang yang harus saya miliki untuk keluarga di rumah.
Saya sendiri hampir tidak punya waktu untuk duduk santai di rumah, pasti ada saja pekerjaan yang harus diselesaikan. Sama juga dengan anak-anak. Anak bungsu, waktunya juga sudah banyak dilakukan untuk kegiatan sekolah, ngaji, les, pergi TPA sore hari, ke musholla malam hari, dan lain sebagainya.
Bagi saya tontonan yang menjadi tuntunan adalah saat saya mendengarkan kajian Gus Baha. Pekerjaan apapun jika memungkinkan dilakukan dengan mendengarkan kajian maka pasti saya lakukan. Contoh saat saya memasak di dapur. Sambil memasak saya mendengarkan kajian itu dengan baik.
Bagiku apa yang disampaikan Gus Baha, bisa dipahami dengan mudah. Beliau adalah salah satu ulama' ahli tafsir yang keilmuannya tidak diragukan lagi. Semakin mendengarkan kajiannya semakin mudah saya memaknai hidup. Hidup ini begitu mudah jika apa yang kita lakukan bersandar ridhanya Allah.
Semua yang disampaikan menjadi pelajaran, nasehat, dan petuah yang mudah dimengerti dan diamalkan. Beliau tidak membebani umat ini dengan sesuatu yang sulit dan berat, namun sebaliknya beliau menyampaikan dengan rilek, mudah dan penuh guyonan.
Beliau sering mengangkat amalan-amalan yang mudah mendapatkan pahala. Misalnya saat mengucapkan kalimat thoyyibah La ila haillah, sekali saja mendapat imbalan surga, jadi tidak harus membacanya hingga ratus kali dan sebagainya.